Target PNBP Sumber Daya Alam Turun karena Pemerintah Kurang Data
Pemerintah menurunkan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) dari Rp 90,5 triliun menjadi Rp 87 triliun tahun ini. Penyebabnya beragam, mulai dari rendahnya produksi minyak dan gas bumi (migas) hingga minimnya basis data yang dimiliki pemerintah sebagai dasar dalam memungut PNBP.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani memaparkan, persoalan produksi yang rendah masih akan menjadi tantangan PNBP dari bidang migas tahun ini. Rata-rata penurunan produksi migas mencapai enam persen per tahun, dengan tingkat pengembalian cadangan migas di bawah 50 persen dalam lima tahun terakhir. (Baca juga: Minim Eksplorasi, Indonesia Terancam Kekurangan Migas)
Ia memperkirakan, bila saat ini produksi minyak masih ditarget 815 ribu barel per hari dan gas 1,15 juta barel per hari, maka pada 2019 akan menurun hingga 20 persen. “Tantangan ke depan bagaimana meredam tren penurunan lifting minyak di bawah 600 ribu barel per hari dalam lima tahun ke depan,” kata Askolani dalam seminar bertema "Problem Defisit Anggaran dan Strategi Optimalisasi Penerimaan Negara 2017" di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (20/2).
Sementara itu, di bidang pertambangan mineral dan batu bara (minerba), ia menyebut ada empat tantangan yang dihadapi guna memungut PNBP dari bidang tersebut. Pertama, banyaknya pemegang izin usaha pertambangan yang belum lengkap perizinannya. Dari total 9.433 pemegang izin usaha pertambangan, hanya sekitar 6.219 yang status izinnya sudah clean and clear.
Kedua, proses renegosiasi kontrak atas 10 perusahaan kontrak karya (KK) dan 51 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) belum selesai. Ketiga, pengawasan atas volume dan kalori batubara yang diproduksi dan dijual belum optimal.
Keempat, belum adanya basis data dan sistem informasi terkait data produksi, harga, volume penjualan, dan jenis komoditas secara terintegritas. “Dari minerba ini, PNBP-nya bisa sampai Rp 30-40 triliun. Kelemahannya selama ini adalah verifikasi. Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum meyakini berapa produksinya, PNBP-nya, dan pajak yang disetor,” ujar dia.
Minimnya basis data juga jadi tantangan dalam mengejar PNBP di bidang SDA lainnya, misalnya perikanan. Di bidang tersebut juga ada persoalan pencurian ikan atau illegal fishing. “Di kehutanan juga begitu, verifikasi dan pengawasannya belum optimal. Itupun karena data base yang belum ada. (Selain itu) Illegal logging (pembalakan liar),” tutur Askolani.
(Baca juga: Upaya Menteri Susi Perangi Pencurian Ikan)
Bidang PNBP | 2016 | 2017 | ||
APBN Perubahan | Realisasi Sementara | % | APBN | |
PNBP | Rp 245,1 triliun | Rp 262,1 triliun | 106,9 | Rp 250 triliun |
PNBP SDA | Rp 90,5 triliun | Rp 65,7 triliun | 72,6 | Rp 87 triliun |
Migas | Rp 68,7 triliun | Rp 44,9 triliun | 65,3 | Rp 63,7 triliun |
1. Minyak | Rp 51,3 triliun | Rp 32,2 triliun | 62,7 | Rp 50,1 triliun |
2. Gas Alam | Rp 17,4 triliun | Rp 12,7 triliun | 73,1 | Rp 13,6 triliun |
Non Migas | Rp 21,8 triliun | Rp 20,8 triliun | 95,3 | Rp 23,3 triliun |
1. Minerba | Rp 16,5 triliun | Rp 15,8 triliun | 95,3 | Rp 17,7 triliun |
2. Kehutanan | Rp 4 triliun | Rp 3,8 triliun | 94,6 | Rp 3,9 triliun |
3. Perikanan | Rp 700 miliar | Rp 400 miliar | 52,3 | Rp 1 triliun |
4. Pend. Pengusahaan Panas Bumi | Rp 600 miliar | Rp 900 miliar | 147,8 | Rp 700 miliar |