Lifting Minyak Naik, Pemerintah Kerek Target Penerimaan 2017
Pemerintah meningkatkan target belanja dan penerimaan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Peningkatan anggaran negara tahun depan ini karena adanya kenaikan target produksi siap jual (lifting) minyak dan pemangkasan biaya penggantian dana talangan minyak dan gas bumi (cost recovery).
Pemerintah menetapkan penerimaan negara 2017 sebesar Rp 1.750,3 triliun, atau lebih tinggi dari usulan semula Rp 1.737,6 triliun. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan perpajakan yang naik Rp 3 triliun menjadi Rp 1.498,9 triliun, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) naik Rp 9,6 triliun menjadi Rp 250 triliun. Sedangkan porsi dana hibah tetap Rp 1,4 triliun.
(Baca: Hindari Revisi Berulang, Anggaran 2017 Diusulkan Susut Rp 20,8 Triliun)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan berupaya terus menggali potensi penerimaan negara dengan meningkatkan kinerja ekonomi nasional. “Belanja pemerintah akam efektifkan program prioritas pembangunan dan dukungan pertumbuhan ekonomi berkualitas," katanya saat rapat kerja pembahasan RAPBN 2017 dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (25/10).
Peningkatan penerimaan negara disumbangkan dari kenaikan proyeksi lifting minyak tahun depan. Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, meningkatnya proyeksi lifting minyak menjadi 815 ribu barel per hari (bph) akan mendorong penerimaan migas. Penerimaan migas juga bisa dikerek dari pemangkasan dana cost recovery menjadi US$ 10,4 miliar.
Alhasil, target penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas naik dari Rp 95,7 triliun menjadi Rp 101,93 triliun. (Baca: Sistem Keuangan Stabil Berkat Tax Amnesty dan Pemotongan Belanja)
Padahal, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menghitung, target lifting minyak yang paling realistis tahun depan 780 ribu bph. Namun, DPR memutuskan target lifting minyak 815 ribu dengan tambahan produksi dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Meski sudah memperhitungkan peningkatan produksi dari Blok Cepu, Amien tidak yakin target lifting minyak tahun depan akan tercapai.
Asumsi Dasar Makro:
Indikator | 2015 | APBN 2016 | APBN-P 2016 | RAPBN 2017 | APBN 2017 (Banggar) |
Pertumbuhan Ekonomi (%) | 4,79 | 5,3 | 5,2 | 5,3 | 5,1 |
Inflasi (%) | 3,35 | 4,7 | 4 | 4 | 4 |
Bunga SPN 3 bulan (%) | 5,97 | 5,5 | 5,5 | 5,3 | 5,3 |
Nilai tukar (Rp/US$) | 13.392 | 13.900 | 13.500 | 13.300 | 13.300 |
ICP (US$/barel) | 49 | 50 | 40 | 45 | 45 |
Lifting minyak (ribu bph) | 778 | 830 | 820 | 780 | 815 |
Lifting gas (ribu boepd) | 1.195 | 1.155 | 1,15 | 1,15 | 1,15 |
Sementara di sisi belanja, kenaikan belanja 2017 sebesar Rp 10 triliun karena pemerintah memperbesar belanja Kementerian dan Lembaga (K/L), transfer daerah dan dana desa. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Di sisi lain, pemerintah menurunkan anggaran subsidi energi sebesar Rp 17,13 triliun menjadi Rp 75,08 triliun. Sebab, pemerintah dan Banggar sepakat mendorong penyaluran subsidi energi yang lebih tepat sasaran. Karena itu, pemerintah berencana memangkas subsidi energi tahun depan berdasarkan perubahan pola penyaluran dan pengurangan jumlah penerima.
(Baca: Target Defisit Anggaran 2017 Membengkak Jadi Rp 330 Triliun)
Dengan peningkatan anggaran di sisi penerimaan dan belanja, pemerintah dan DPR menyepakati defisit anggaran tahun depan sebesar Rp 330,2 triliun, atau turun Rp 2,7 triliun dari target semula. Namun secara persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) diperkirakan tetap sebesar 2,41 persen.