Menteri Sri Mulyani Waspadai Efek Deflasi Agustus
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai deflasi yang terjadi pada Agustus sebesar 0,02 persen patut diwaspadai. Sebab, disinyalir deflasi kali ini terjadi karena konsumsi masyarakat melemah sehingga permintaan berkurang.
Biasanya, menurut Sri, inflasi terjadi di bulan setelah lebaran. Tapi tampaknya masyarakat langsung menahan belanja setelah memacu konsumsi barang-barang di hari raya Idul Fitri pada Juli. (Baca juga: Deflasi Agustus 0,02 Persen, Terendah Sejak 2001).
"Artinya masyarakat berkonsolidasi lagi. Ini kami waspadai bukan karena harga turun tapi permintaan berkurang," kata Sri dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 1 September 2016.
Selama ini, pemerintah berupaya meredam inflasi agar tidak menggerus daya beli masyarakat. Sebab, selain investasi, konsumsi rumah tangga jadi andalan pemerintah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi tahun in yang ditargetkan mencapai 5,2 persen. Namun, deflasi Agustus yang lebih rendah dari target justru dikhawatirkan menunjukkan konsumsi masyarakat yang melemah. (Baca juga: Sri Mulyani Akui Pertumbuhan Ekonomi 2016 Sulit Capai 5,2 Persen).
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo membenarkan permintaan yang rendah menjadi salah satu alasan terjadinya deflasi. Namun, deflasi juga diklaim Agus terjadi karena adanya kerja sama antara pemerintah dan BI untuk menurunkan harga-harga komoditas. "Apalagi, inflasi rata-rata setelah lebaran biasanya mencapai 0,74 persen," kata dia.
Agus mengakui angka deflasi sebesar 0,02 persen tersebut di luar proyeksi BI yang lebih tinggi, yakni 0,04 persen. Namun deflasi dinilai positif dalam mewujudkan target inflasi yang lebih rendah pada akhir 2016. "Karena untuk mengendalikan inflasi di 17 ribu kepulauan ini cukup sulit," ujarnya. Inflasi ditargetkan berada di level 3 - 5 persen pada 2016. (Baca juga: Deflasi Terendah, Darmin: Suku Bunga Acuan Berpeluang Turun).
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi 0,02 persen pada Agustus kemarin. Level tersebut terendah jika dibandingkan dengan bulan yang sama sejak 2001, yakni 0,21 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan deflasi berasal dari dua kelompok utama, yaitu bahan makanan serta kelompok transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan. Bahan makanan mencatatkan deflasi 0,68 persen dan kelompok transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan deflasi 1,02 persen.
Secara lebih rinci, Sasmito menjelaskan bahwa penyebeb utama deflasi adalah tarif angkutan kota dengan bobot Indeks Harga Konsumen (IHK) 0,71 persen, sehingga andil terhadap inflasi -0,11 persen, dan perubahan harga yang turun rata-rata 11,88 persen. Kemudian, tarif angkutan udara IHK dengan bobot 1,05 persen, andil terhadap inflasi 0,06 persen, dan tarif turun rata-rata 5,48 persen.
Adapun daging ayam ras, yang bobotnya 1,26 persen, memiliki andil terhadap inflasi -0,04 persen dan mengalami penurunan harga rata-rata 3,48 persen. Lalu, Wortel, bobotnya 0,11 persen dalam IHK, berandil terhadap defalsi Agustus -0,03 persen, dan harga turun 21,61 persen karena pasokan relatif banyak baik impor atau pasokan dalam negeri. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi).