Deflasi Agustus 0,02 Persen, Terendah Sejak 2001
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi 0,02 persen pada Agustus kemarin. Level tersebut terendah jika dibandingkan dengan bulan yang sama sejak 2001, yakni 0,21 persen. Hal ini berbanding terbalik dengan Juli yang mengalami Inflasi 0,69 persen.
Angka yang dikeluarkan BPS ini lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan deflasi 0,04 persen. “Deflasi ini terendah sejak Agustus 2001,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, di kantor BPS, Jakarta, Kamis, 1 September 2016. (Baca: Pekan III Agustus Deflasi, BI Diminta Pangkas Bunga Acuan).
Menurutnya, dari 82 kota, Indeks Harga Konsumen (IHK) 49 kota mengalami deflasi dan 33 kota inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kupang 0,87 persen karena turunnya angkutan udara. Adapun deflasi terendah di Cilegon 0,01 persen.
Menurut Sasmito, penyebab deflasi kali ini berasal dari dua kelompok utama, yakni bahan makanan serta kelompok transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan. Bahan makanan mencatatkan deflasi 0,68 persen dan kelompok transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan deflasi 1,02 persen.
Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Manokawri dan Sorong 1,27 persen dan Inflasi terendah di Jakarta serta Kendari 0,01 persen. Kelompok yang mengalami inflasi yaitu makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,41 persen.
Kemudian, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,41 persen. Adapun sandang 0,40 persen dan kesehatan 0,39 persen. Terakhir, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga menyumbang1,18 persen. (Baca: Jokowi Dorong Pemda Jaga Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi).
“Setelah Lebaran, harga bahan makanan alami turun, terutama sayuran turun tajam. Untuk trasnportasi, telekomunikasi dan jasa keuangan, paling tinggi angkutan antarkota atau angkutan mudik, lalu angkutan udara dan pulsa turun pada Agustus kemarin. Yang lain, pendidikan, rekreasi, dan olahraga inflasi karena ada kenaikan tarif pendidikan selama Agustus,” ujarnya.
Secara lebih rinci, Sasmito menjelaskan bahwa penyebeb utama deflasi adalah tarif angkutan kota dengan bobot IHK 0,71 persen, sehingga andil terhadap inflasi -0,11 persen, dan perubahan harga yang turun rata-rata 11,88 persen. Kemudian, tarif angkutan udara IHK dengan bobot 1,05 persen, andil terhadap inflasi 0,06 persen, dan tarif turun rata-rata 5,48 persen.
Adapun daging ayam ras, yang bobotnya 1,26 persen, memiliki andil terhadap inflasi -0,04 persen dan mengalami penurunan harga rata-rata 3,48 persen. Lalu, Wortel, bobotnya 0,11 persen dalam IHK, berandil terhadap defalsi Agustus -0,03 persen, dan harga turun 21,61 persen karena pasokan relatif banyak baik impor atau pasokan dalam negeri. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi).
Dari sisi inflasi inti, Agustus 2016 mengalami inflasi sebesar 0,36 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari - Agustus) 2016 sebesar 2,24 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Agustus 2016 terhadap Agustus 2015) sebesar 3,32 persen. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender 2016 sebesar 1,74 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 2,79 persen.
Atas hal ini, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, faktor penyebab deflasi Agustus adalah kembali normalnya tarif transportasi setelah libur Lebaran. Hal ini menyebabkan inflasi komponen transportasi deflasi 1,02 persen dan menyumbang deflasi 0,19 persen. Selain itu, deflasi pada Agustus didorong oleh penurunan harga komponen bahan pangan setelah Lebaran, seperti daging ayam, bawang merah, beras, dan daging sapi.
Turunnya harga komoditas pangan menyebabkan komponen bahan makan mengalami deflasi 0,68 persen dan menyumbang deflasi 0,13 persen. Penurunan harga pangan dapat terjadi karena efek la nina belum terasa di Agustus. Namun, Josua mengatakan, efek la nina dapat mulai terasa di bulan September 2016.
“Namun bisa berpotensi mendorong inflasi September mengingat dampak la nina dan curah hujan yang tinggi dapat memicu gagal panen. Sehingga pemerintah dan BI perlu berkoordinasi lagi mengantisipasi dampak la nina dengan menjaga pola distribusi barang dan jasa khususnya bahan makanan,” ujarnya. (Baca: Daya Beli Masyarakat Terjaga, Inflasi Juni 0,66 Persen).
Josua juga menjelaskan, disamping itu, masih ada tren harga minyak dunia yang masih di bawah level US$ 50 per barel yang dapat membuat pemerintah mempertahankan harga BBM domestik. Dengan demikian, risiko inflasi dari supply shock cenderung rendah. “Dengan demikian, inflasi YE 2016 diperkirakan berkisar 3,0 - 3,3 persen yoy,” ujar Josua.