Mayoritas WNI di Singapura Tak Bawa Pulang Dana ke Indonesia
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa warga Indonesia di Singapura yang mengikuti pengampunan pajak atau tax amnesty telah mencapai 42 persen per 20 Agustus 2016. Namun mayoritas dari mereka hanya mendeklarasikan kekayaannya, tak mau membawa pulang dananya ke Tanah Air (repatriasi).
Dalam catatan Direktorat Pajak, wajib pajak di sembilan negara menyumbang 50 persen dari keseluruhan deklarasi luar negeri. Kesembilan negara itu yakni Inggris, Selandia Baru, Kanada, Cina, Amerika Serikat, Malaysia, Hong Kong, Australia, dan Singapura.
Nilai deklarasi dan repatriasi wajib pajak mereka mencapai Rp 7,1 triliun per 20 Agustus. Singapura menjadi mayoritas penyumbang amnesti pajak senilai Rp 5,9 triliun. Sayang, hanya Rp 1,1 triliun yang direpatriasi. Sisanya hanya dideklarasikan. (Baca: Dirayu Singapura, Kadin Tetap Bawa Pulang Dana ke Indonesia).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dari hasil diskusinya dengan Menteri Keuangan Singapura, tidak ada upaya dari negara itu untuk menggagalkan pelaksanaan amnesti pajak. Untuk memastikan hal itu, ia selalu mengawasi pelaksanaan tax amnesty di berbagai negara termasuk di Indonesia.
“Pemerintah Singapura menyampaikan mendukung amnesti pajak, bahkan pertemuan dengan investor dan bankir untuk comply pelaksanaan UU,” kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Senin, 22 Agustus 2016. (Baca: Orang Pribadi Penyumbang Tebusan Tax Amnesty Terbesar).
Pertengahan Juli lalu merebak kabar sejumlah bank di Singapura menawarkan kepada nasabah asal Indonesia agar tidak merepatriasi hartanya -dan terkena tarif tebusan hanya dua persen. Nasabah cukup mendeklarasikan asetnya dengan tarif tebusan empat persen dan uang mereka tetap di bank Singapura. Sebagai imbalan, bank-bank di sana bersedia membayar selisih dua persen yang dibayarkan wajib pajak.
Asal Negara | Deklarasi Luar Negeri | Repatriasi | Total |
Singapura | Rp 4,8 triliun | Rp 1,1 triliun | Rp 5,885 triliun |
Australia | Rp 616 miliar | Rp 15 miliar | Rp 631 miliar |
Hong Kong | Rp 124 miliar | Rp 71 miliar | Rp 195 miliar |
Malaysia | Rp 95 miliar | - | Rp 95 miliar |
AS | Rp 75 miliar | Rp 5 miliar | Rp 80 miliar |
Cina | Rp 53 miliar | - | Rp 53 miliar |
Kanada | Rp 25 miliar | Rp 1 miliar | Rp 26 miliar |
Selandia Baru | Rp 17 miliar | - | Rp 17 miliar |
Inggris | Rp 12 miliar | Rp 140 miliar | Rp 152 miliar |
Total | Rp 5,816 triliun | Rp 1,318 triliun | Rp 7,134 triliun |
Untuk mendorong dilakukannya repatriasi oleh wajib pajak di luar negeri, Sri memperkuat sosialisasi. Ada beberapa hal yang semestinya mendorong wajib pajak memilih repatriasi ketimbang hanya mendeklarasi aset. (Baca:
Tarif repatriasi yakni dua persen, empat persen, dan lima persen untuk tiga tahap amnesti pajak berturut-turut. Nilai tersebut lebih rendah dibanding yang mendeklarasikan hartanya di luar negeri yakni empat persen, delapan persen, dan 10 persen.
Kemudian, pemerintah juga menambah jumlah insitusi keuangan yang menampung dana repatriasi (gateaway). Pemerintah juga melengkapi aturan teknis terkait bank persepsi atau penampung uang tebusan, investasi di pasar nonkeuangan, hingga mengenai perusahaan cangkang yang memiliki tujuan khusus, Special Purpose Vehicle (SPV).
Selain itu, pemerintah juga gencar mempromosikan proyek-proyek potensial yang bisa dibangun dengan dana repatriasi. “Tugas kami membuat sebanyak mungkin kepastian,” ujar Sri.
Karena itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini kembali meyakinkan wajib pajak agar melakukan repatriasi. Akan ada banyak hal positif dari langkah tersebut terhadap aktivitas ekonomi. (Baca: OJK: Dana Repatriasi Kuatkan Perbankan dan Ekonomi).
“Maka kami kampanye, hingga Presiden sendiri katakan bahwa Indonesia butuh proyek potensial, termasuk BUMN banyak proyek yang siap dibiayai oleh dana repatriasi. Yang paling penting adalah kepercayaan, kalau repatriasi tentu akan lebih baik,” ujar dia.
**