DPR Setujui Kenaikan Batas Gaji Kena Pajak
Pemerintah berencana menaikan batas minimum Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 50 persen. Sebelumnya, pegawai dengan pendapatan Rp 3 juta per bulan dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh), kini menjadi Rp 4,5 juta. Untuk merealisasikan rencana tersebut, pemerintah memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Usai berkonsultasi, DPR akhirnya menyetujui rencana tersebut.
Ketua Komisis Keuangan DPR Ahmadi Noor Supit mengatakan menerima usul tersebut setelah mendengarkan penjelasan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Dengan kenaikan PTKP ini, konsumsi masyarakat rumah tangga diprediksi akan semakin besar, pertumbuhan ekonomi juga akan semakin baik, dan masyarakat bisa berinvestasi lebih banyak.
“Komisi Keuangan DPR RI menyetujui penyesuaian besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dikonsultasikan Menteri Keuangan dan mulai berlaku untuk tahun pajak 2016,” kata Ahmadi di kompleks DPR, Jakarta, 11 April 2016. (Baca: Penghasilan Kena Pajak Dinaikkan, Daya Beli Bisa Terangkat).
Meskipun demikian, ada resiko yang harus diambil pemerintah apabila telah menjalankan kebijakan ini. Menurut Bambang, pemerintah telah siap kehilangan pajak penghaslian (PPh) apabila kebijakan ini dijalankan. “Sekitar Rp 18 triliun akan berkurang,” kata Bambang saat rapat dengan Komisi Keuangan DPR.
Dia pernah menyatakan, kekurangan itu diharapkan tertutupi oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kalau konsumsi membaik. Sebab kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian besar. Bambang yakin ekonomi bisa tumbuh 5,3 persen tahun ini. Meskipun, inflasi akan membesar 0,6 persen karena naiknya permintaan pasar.
Menurut Ahmadi, kehilangan Rp 18 triliun pendapatan negara tidak sebanding dengan hal-hal positif yang bisa diambil. Misalnya, efek ganda akan terasa lebih besar dari pada hanya soal pengurangan penerimaan pajak. (Baca juga: Gaji Kurang Rp 4,5 Juta Bebas Pajak, Diragukan Bisa Kerek Daya Beli).
Namun demikian, salah satu anggota Komisi Keuangan RI Andreas Eddy Susetyo sedikit memberi catatan. Penyesuaian PTKP ini harus ditinjau ulang sebelum dilaksanakan pada Juni nanti. Alasannya, kenaikan harga pangan akan membuat daya beli masyarakat tidak berubah walau kebijakan ini dijalankan. “Kami minta perhatian khusus. Jika harga pangan naik, upaya kebijakan tersebut bisa tidak tercapai,” uajr Andreas.
Sebelumnya, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menyatakan kebijakan tersebut belum signifikan mengerek konsumsi rumah tangga sebelum pemerintah meningkatkan keyakinan konsumen. Misalnya dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (Lihat pula: Lebih Optimistis, BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen).
Minimnya dampak kenaikan PTKP terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun lalu. Pada 2015, secara berturut-turut dalam empat kuartal, sektor ini bertumbuh 5,01; 4,97; 4,95; dan 4,92 persen. Padahal sejak pertengahan tahun lalu, pemerintah sudah menaikan PTKP sebesar 48 persen dari sebelumnya Rp 24,3 juta per tahun atau Rp 2,025 juta setiap bulan. “Realisasinya bisa tidak tercapai kalau masyarakat tidak yakin ekonominya membaik,” kata Lana.