Gara-Gara PMN Batal, Beberapa BUMN akan Menunda Proyek
KATADATA - Penolakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 40,4 triliun dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2016, dapat mengganggu rencana ekspansi perusahaan tersebut tahun depan. Namun, perusahaan BUMN sebenarnya masih bisa mengandalkan sumber pembiayaan eksternal lainnya.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, sebagian perusahaan milik negara akan menunda pembangunan beberapa proyeknya. Sementara untuk beberapa proyek yang sudah berjalan, masih akan terus dilanjutkan. Salah satu proyek yang terancam adalah pembangkit listrik 35 Giga Watt (GW).
“Dengan ditundanya (pencairan PMN), ya programnya di-hold dulu. Yang sudah ada dananya, diteruskan,” kata Fajar seusai menghadiri peringatan 20 Tahun pencatatan saham perdana PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) di Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (2/11). Penundaan ini setidaknya hingga Februari tahun depan, saat pemerintah dan DPR membahas APBN Perubahan (APBN-P) 2016.
Sekadar informasi, rapat paripurna DPR pada akhir pekan lalu menyetujui pengesahan APBN 2016. Namun, pengesahan itu tanpa memasukkan anggaran PMN sebesar Rp 40,4 triliun kepada 26 BUMN. Penolakan DPR itu dengan alasan kebutuhan anggaran PMN terlalu besar dan belum dibutuhkan saat ini.
Berdasarkan draf RAPBN 2016, penerima PMN terbesar tahun depan adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berjumlah Rp 10 triliun. Adapun dari 26 perusahaan pelat merah itu, tiga BUMN merupakan perusahaan publik yang tercatat di bursa saham. Yaitu PT Wijaya Karya Tbk sebesar Rp 4 triliun, PT PP Tbk Rp 2,25 triliun dan PT Jasa Marga Tbk Rp 1,25 triliun.
Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan, semestinya BUMN bisa mendapatkan kredit dari bank BUMN ataupun menerbitkan surat utang untuk membiayai proyek-proyeknya. “Sebetulnya menurut saya tidak ada pengaruh. (BUMN) bisa dapat pinjaman dari bank BUMN,” katanya kepada Katadata.
Sedangkan analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto berpendapat, alotnya pembahasan RAPBN 2016 pada akhir pekan lalu telah berpengaruh negatif terhadap bursa saham. Meskipun ada pengaruh dari faktor eksternal, yakni hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang membuka peluang kenaikan suku bunga pada Desember mendatang.
"Dari domestik, sentimen negatif muncul dari kekhawatiran deadlock pembahasan RAPBN 2016 menjelang batas waktu akhir Oktober ini. Ditambah dengan pencapaian laba kuartal tiga sejumlah emiten unggulan yang di bawah ekspektasi," kata David.
Sekadar informasi, pada penutupan perdagangan sesi pertama di BEI hari Senin ini, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot 0,14 persen menjadi 4.489. Penurunan IHSG tersebut sudah berlangsung sejak awal pekan lalu.