2015, Pertaruhan Pemerintah di Sektor Pajak
KATADATA ? Pemerintah menghadapi tantangan besar di sektor perpajakan. Target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.489 triliun dalam APBN-P 2015 dinilai bakal sulit terealisasi.
Bahkan kenaikan penerimaan perpajakan sebesar 30 persen dibandingkan realisasi pada tahun lalu sebesar Rp 1.143 triliun dipandang mengkhawatirkan. Terlebih jika disandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen pada tahun ini.
?Pertaruhan pajak tahun ini cukup besar karena belanja negara juga meningkat,? kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo kepada Katadata, Senin (6/4).
Dia menyarankan, pemerintah melakukan efisiensi anggaran dengan menunda belanja modal yang belum dibutuhkan. Meskipun ruang fiskal sudah cukup besar setelah pemerintah menghilangkan sebagian subsidi bahan bakar minyak (BBM), perlambatan pertumbuhan ekonomi bakal menghambat penerimaan perpajakan.
Persoalannya, selama ini sekitar 30 persen-35 persen penerimaan pajak masih mengandalkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang terpengaruh tingkat konsumsi masyarakat. Sementara upaya pemerintah mendorong penerimaan dari pajak ekspor membutuhkan waktu yang cukup lama.
(Baca: Target Pajak Tak Tercapai, Defisit APBN Bisa Bengkak)
Pemerintah pun akan kesulitan jika ingin mengandalkan pembayaran tunggakan pajak dalam lima tahun terakhir. Wajib pajak akan memilih menunggu pelaksanaan penghapusan sanksi pajak atau sunset policy yang rencananya akan dilaksanakan pada Desember nanti.
?Perilaku wajib pajak kan nggak mau saving. Pasti dia akan mengorbankan yang ada sekarang. Jadi shifting (menggeser) kewajiban ke depan saja,? tutur Prastowo.
Lebih lanjut, dia mengatakan, wajib pajak juga akan memilih menunggu pemberian fasilitas pengampunan pajak atau tax amnesty yang baru akan dilakukan dua sampai tiga tahun ke depan. Mengantisipasi hal ini, pemerintah disarankan mencari rencana alternatif di sektor perpajakan.
Misalnya, dengan menerapkan penegakan hukum (law enforcement) terhadap perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang melakukan penghindaran pajak dengan melakukan aktivitas transaksi di luar negeri. Pemerintah pun bisa meningkatkan tarif pajak orang-orang super-kaya.
?Tapi ini mesti dilakukan tanpa menimbulkan guncangan, sehingga dibutuhkan data yang valid,? kata Prastowo. ?Ditjen Pajak bisa bekerja sama dengan PPATK (Pusat Pemeriksaan dan Analisis Transaksi Keuangan) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).?
(Baca: Sunset Policy Akan Hadapi Banyak Kendala)
Adapun upaya pemerintah merevisi 12 peraturan perpajakan dinilai sudah kehilangan momentum, yakni pada awal tahun. Saat ini, masyarakat sudah diberatkan dengan kenaikan harga barang pokok seperti BBM, gas elpiji non-subsidi, dan beras.
Sementara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan sampai saat ini belum ada rencana pemangkasan anggaran belanja dalam APBN-P 2015. Pemerintah masih optimistis target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.489 triliun akan tercapai.
Begitu pula dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 269 triliun akan bisa digenjot untuk membiayai belanja pemerintah yang pada tahun ini dianggarkan Rp 1.984 triliun. Pemerintah tetap optimistis defisit anggaran akan terjaga di level 1,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
?Target APBN selalu bisa kami amankan dalam batas yang wajar. Kami juga optimistis fiskal masih tetap bagus. Belanja masih bisa didorong tetap optimal,? kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani di kantornya, Jakarta, akhir pekan lalu.
12 Peraturan Pajak yang akan direvisi antara lain:
- Perubahan PMK tentang tarif dan batasan barang mewah yang dikenakan PPnBM dengan potensi penerimaan pajak Rp 4 triliun.
- Perubahan Peraturan Dirjen Pajak tentang rincian bukti potong atas bunga deposito dan tabungan. Potensi tambahan setoran Rp 1,25 triliun.
- Penambahan dalam PMK tentang objek pemungutan PPh pasal 22 atas transaksi ekspor hasil tambang mineral dan batu bara dengan potensi Rp 3,66 triliun.
- Perubahan PP tentang PPh final persewaan tanah dan bangunan dengan potensi penerimaan Rp 1,75 triliun.
- Perubahan PMK tentang jenis jasa lain yang dikenakan PPh pasal 23. Potensinya Rp 4,9 triliun.
- Perubahan PMK tentang tarif dan DPP PPN atas penyerahan hasil tembakau dengan nilai potensi tambahan pungutan Rp 3 triliun.
- Perubahan PMK tentang perluasan objek PPh pasal 22 atas barang sangat mewah, misalnya perhiasan mewah. Potensinya sebesar Rp 1 triliun.
- Perubahan PMK tentang pengenaan PPh pasal 15 atas wajib pajak usaha pelayaran. Potensinya Rp 1 triliun.
- Perubahan PP atas transaksi pengalihan saham (saham pendiri) dengan potensi meraup tambahan setoran Rp 4 triliun.
- Pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol dengan potensi Rp 500 miliar.
- Perubahan PP tentang PPN atas daya listrik antara 2.200 watt-6.600 watt. Potensinya mencapai Rp 2 triliun.
- Perubahan PP 46 tentang PPh atas WP dengan penghasilan bruto tertentu.