Bank Infrastruktur Bisa Danai Proyek Rp 150 Triliun
KATADATA ? Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan bank infrastruktur yang sedang dibentuk oleh pemerintah dapat membiayai pembangunan infrastruktur hingga Rp 150 triliun. Makanya dia berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI).
Pemerintah memang sedang menyiapkan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk menjadi Bank Infrastruktur. Menurut Bambang, modal yang dimiliki PIP dan SMI saat ini sebesar Rp 25 triliun bisa didongkrak hingga Rp 150 triliun untuk membiayai proyek infrastruktur.
"Kami berharap dengan modal awalnya sebesar Rp 25 triliun bisa di-leverage hingga 6 kali lipat," kata Bambang di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (2/4).
Pemerintah merasa selama ini SMI kurang bisa maksimal membiayai pembangunan infratruktur, salah satunya karena modalnya yang masih kecil. Sementara PIP, selain masalah modal, fleksibilitasnya mendanai proyek infrastruktur banyak terhambat karena posisinya sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Bank umum pun sulit mendanai proyek infrastruktur, karena risiko dan membutuhkan waktu yang lama. Bambang menyebut sebelumnya Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sempat diwacanakan menjadi bank infrastruktur di Indonesia, tapi gagal. Peran Bapindo dinilai terlalu umum untuk dikatakan sebagai bank infrastruktur.
Bapindo hanya bisa menerima simpanan dan kredit dalam jangka pendek. Sementara untuk membiayai infrastruktur, sifatnya jangka panjang. Ketika Bapindo fokus menjadi bank umum, Indonesia dilanda krisis ekonomi pada 1998. Akhirnya hingga saat ini impian bank infratruktur tidak bisa terealisasi.
Menurut dia, Bank Infrastruktur akan lebih mudah dalam mencari pendanaan. Setiap kali membutuhkan modal yang besar, Bank Infrastruktur bisa menerbitkan obligasi dalam jumlah besar. Ini sama seperti yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank) atau Asian Development Bank (ADB) yang juga menerbitkan obligasi, untuk membiayai proyeknya.
Direktur Utama SMI Emma Sri Martini mengatakan Bank Infrastruktur akan lebih dalam memberi dan mencari pendanaan untuk proyek infrastruktur. Selama ini untuk mencari alternatif pembiayaan obligasi maka harus melalui rating dari lembaga pemeringkat, baik itu domestik maupun internasional.
"Jadi nantinya, untuk funding dari market kami akan diberikan rating Sovereign atau setingkat dengan rating negara, bukan korporasi," kata Emma.
Makanya kehadiran Bank Infrastruktur diharapkan akan mempercepat proses pembiayaan beberapa proyek-proyek strategis. Harapannya agar bisa segera masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) dan disahkan menjadi UU mengenai LPPI tersebut pada tahun depan.
Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad menjanjikan mengatakan pembahasan RUU LPPI akan segera dimulai dalam waktu dekat ini. Dia juga pada akhir tahun depan Indonesia akan memiliki sebuah Bank Infrastruktur yang khusus. "Insya Allah 2016 Undang-undangnya akan jadi," kata Fadel.