Banyak Diprotes, Aturan Wajib L/C Tetap Lanjut
KATADATA ? Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengaku tidak akan menunda atau membatalkan aturan wajib menggunakan letter of credit (L/C) untuk ekspor empat komoditas. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/M-DAG/PER/1/2015 akan tetap diberlakukan 1 April 2015 meski banyak penolakan dari beberapa pihak.
"Tetap dilanjutkan," kata dia melalui pesan singkatnya kepada Katadata, Kamis (5/2).
Ada empat komoditas yang diwajibkan menggunakan L/C dalam aturan tersebut. Empat komoditas tersebut adalah mineral, batubara, minyak dan gas Bumi, serta kelapa sawit.
Ekspor empat komoditas tersebut diwajibkan menggunakan L/C yang dilakukan melalui bank devisa dalam negeri. Bukan hanya itu, eksportir juga wajib mencantumkan harga dalam L/C tersebut, minimal sama dengan harga pasar dunia.
Kementerian Perdagangan beralasan peraturan ini dibuat untuk mendukung upaya pelestarian sumber daya alam, mendorong perkembangan industri, serta peningkatan lilai tambah bagi perekonomian nasional.
Selain itu, aturan ini bertujuan untuk menertibkan ekportir dalam hal administrasi pencatatan devisa. Pemerintah juga berharap para eksportir bisa tertib dalam menentukan harga, dengan mengacu pada harga internasional.
Dalam pelaksanaan aturan ini, ada persyaratan yang harus dipenuhi eksportir untuk dapat menggunakan L/C, terkait dengan pelestarian lingkungan. Ada juga beberapa persyaratan administratif lainnya.
Meski demikian, aturan ini mendapatkan banyak pertentangan aturan tersebut oleh beberapa pihak khususnya pelaku usaha. Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Syahrir AB mengatakan dengan adanya kewajiban L/C akan ada tambahan biaya (fee L/C) sebesar 0,1 persen dari total biaya pengiriman barang.
Sementara Dewan Direksi Indonesian Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz memprotes aturan wajib L/C ini menyusahkan para penjual migas lokal. Apalagi para pembeli asing rata-rata perusahaan migas besar yang memiliki peringkat kredit (credit rating) yang sangat tinggi.
Tidak hanya pelaku usaha yang keberatan, Tim Reformasi Tata Kelola Migas pun ikut berkomentar mengenai aturan tersebut. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri bahkan menyebut pemberlakuan aturan itu sebagai kiamat kecil industri migas.
Salah satu alasannya di dalam industri migas jual beli migas menggunakan kontrak jangka panjang. Dimana harga komoditas di dalam kontrak lebih mahal dibandingkan harga pasar. Dengan adanya aturan tersebut dia khawatir pembeli membatalkan kontrak yang sudah dibuat.