Siti Nurbaya Bantah Izin Chevron Tertahan di Kementeriannya
KATADATA ? Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar membantah izin pengeboran Chevron di Provinsi Riau tertahan di pihaknya. Dia mengaku pihaknya telah memberikan izin bagi pengeboran Chevron dan saat ini perizinan telah berada di Dinas tata Ruang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Hingga saat ini Chevron belum mendapat persetujuan Addendum Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) dari tiga area produksi. Lambatnya proses izin ini bukan hanya merugikan Chevron, tapi berakibat juga pada kerugian negara.
Sejak tanggal 1 Januari 2015, kegiatan sumur pengeboran sumur pengembangan di tiga area tersebut dihentikan hingga Mei 2015. Apabila belum ada persetujuan hingga melebihi 11 Agustus 2015, maka area operasi Duri Steamflood akan dimatikan secara penuh.
Dengan terhambatnya produksi Chevron di Riau, target lifting tahun ini diperkirakan tidak akan tercapai. Potensi produksi 138.000 barel setara minyak di daerah tersebut akan hilang dan negara terancam kehilangan pendapatan sebesar Rp64 triliun. Kerugian tersebut belum memperhitungkan jasa-jasa pemboran sebesar US$ 30,5 juta, dan biaya sosial dari tenaga kerja yang dirumahkan.
Menurut Siti, masih ada beberapa persoalan teknis yang harus diselesaikan perusahaan minyak asal Amerika Serikat tersebut, terkait titik eksplorasi yang diprediksi akan meluas, ?Ada beberapa titik yang akan meluas dan perlu perizinan Tata Ruang (Pemprov Riau),? ujar Siti kepada Katadata di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan Chevron sebenarnya sudah mengantongi izin walaupun belum secara penuh, karena masih harus melalui kajian tata ruang terlebih dahulu. Namun, dia membantah kelambatan perizinan ini dikarenakan wilayah pengeboran Chevron yang melewati hutan lindung.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Naryanto Wagimin mengatakan izin eksplorasi tertahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Izin tersebut tidak dikeluarkan karena kawasan eksplorasi yang akan dilakukan Chevron masuk dalam kawasan lindung.
Naryanto juga meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mencarikan jalan keluar untuk masalah tersebut. Mengingat izin eksplorasi Kontaktor Kontrak Kerja Sama menjadi tanggung jawab SKK, ?Semestinya SKK Migas bertanggung jawab dan harus ada jalan keluar,? ujarnya kepada Katadata.
Menurut informasi yang diperoleh Katadata dari kalangan industri migas nasional, penyebab tidak dikeluarkan izin tersebut karena Provinsi Riau tidak memiliki rencana tata ruang dan tata wilayah sejak 2009. Akibatnya, Chevron tidak dapat melakukan aktivitas pengeboran.