Defisit Melebar, Fundamental Ekonomi Lemah
KATADATA ? Rendahnya kinerja neraca perdagangan nonmigas Indonesia serta masih tingginya impor minyak menyebabkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2013 semakin lebar. Defisit ini menunjukkan secara fundamental perekonomian Indonesia menghadapi masalah.
Kondisi inilah yang ditanggapi pasar dalam beberapa hari terakhir. Dalam penutupan perdagangan Selasa (20/8), indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali melemah sebesar 138,54 poin atau turun 3,28 persen ke posisi 4.174,98 poin. Pelemahan ini merupakan kelanjutan penurunan indeks selama empat hari terakhir hingga 11 persen.
Berdasarkan data neraca pembayaran Indonesia yang diumumkan Bank Indonesia menyebutkan defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II-2013 mencapai US$ 9,9 miliar, naik 69 persen dari kuartal sebelumnya. Defisit tersebut sekaligus melanjutkan defisit transaksi berjalan selama tujuh kuartal terakhir sejak kuartal IV-2011.
Dari data tersebut, surplus neraca perdagangan nonmigas pada kuartal II-2013 senilai US$ 1,7 miliar merupakan yang terendah sejak 2008. Pada kuartal I lalu, surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar US$ 4,6 miliar. Penurunan tersebut disebabkan harga komoditas global yang cenderung turun sehingga menekan ekspor yang tercatat sebesar US$ 37,8 miliar.
Di sisi lain, nilai impor nonmigas Indonesia justru naik 12 persen menjadi US$ 36,1 miliar. Kenaikan terutama pada kelompok barang konsumsi dan bahan baku, sementara impor barang modal masih menurun.
Sementara neraca perdagangan migas pada kuartal II mengalami defisit US$ 2,3 miliar, turun 20 persen dari kuartal sebelumnya sebesar minus US$ 2,9 miliar. Penurunan defisit ini lebih disebabkan berkurangnya impor produk minyak, baik dari sisi volume maupun harga. Penurunan tersebut belum mencerminkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir Juni 2013 karena volume konsumsi BBM masih mengalami kenaikan 9,6 persen.
Berdasarkan data Bank Indonesia, sejak 2004 neraca perdagangan minyak selalu mengalami defisit namun dapat dikompensasi oleh ekspor produk gas yang selalu mengalami surplus. Neraca migas Indonesia mulai mengalami defisit pada kuartal II-2011 sebesar US$ 1,4 miliar yang disebabkan melonjaknya impor minyak sebesar 31 persen menjadi US$ 10,6 miliar. Kenaikan terutama akibat meroketnya harga minyak dunia pada waktu itu yang mencapai level US$ 125 per barel.
Defisit tersebut disebabkan kesalahan pemerintah yang terlambat menaikkan harga BBM. Padahal pada kuartal II-2008 ketika harga minyak mentah dunia mencapai US$ 131 per barel pemerintah telah menaikkan harga, namun diturunkan kembali hingga tiga kali pada akhir tahun.
Kebijakan populis yang dilakukan menjelang Pemilu 2009 tersebut merupakan awal kesalahan pemerintah. Ini lantaran untuk menaikkan harga BBM kembali pemerintah membutuhkan waktu empat tahun.
Menteri Keuangan M Chatib Basri beberapa waktu lalu mengatakan, pasca-kenaikan harga BBM, impor minyak baru akan turun secara signifikan pada awal kuartal IV mendatang. Ini karena impor minyak Pertamina dilakukan secara kontrak 3 bulan. Berkurangnya impor tersebut, lanjutnya, akan berpengaruh pada kebutuhan valuta asing Pertamina. ?Kebutuhan valas Pertamina yang terbesar, jadi seharusnya akan berdampak pada penguatan nilai rupiah,? katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, neraca transaksi berjalan diperkirakan membaik pada semester II-2013 seiring pemulihan kondisi ekonomi global dan dampak penyesuaian ekonomi domestik. Kenaikan harga komoditas dan berkurangnya impor minyak diharapkan dapat mendorong kinerja perdagangan nasional.