Rupiah Loyo ke 13.890 per Dolar AS Tertekan Ramalan Buruk Bank Dunia
Nilai tukar rupiah pada perdagangan pasar spot sore ini, Selasa (9/6) melemah tipis 0,04% ke level Rp 13.890 per dolar Amerika Serikat. Rupiah melemah akibat proyeksi Bank Dunia terkait ekonomi global tahun ini yang akan mengalami kontraksi hingga 5,2%, terburuk sejak perang dunia kedua.
Sejak dibuka melemah tadi pagi di level Rp 13.899 per dolar AS, rupiah sepanjang hari ini tak banyak bergerak. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia pada pukul 10.00 WIB juga menempatkan rupiah melemah dari posisi kemarin di level Rp 13.973 per dolar AS.
Selain rupiah, mayoritas mata uang Asia turut melemah sore ini. Mengutip Bloomberg, dolar Singapura turun 0,37%, dolar Taiwan 0,03%, peso Filipina 0,05%, rupee India 0,09%, yuan Tiongkok 0,26%, dan ringgit Malaysia 0,23%.
Sementara, yen Jepang berhasil menguat 0,53%, dolar Hong Kong 0,01%, won Korea Selatan 0,58%, dan baht Thailand 0,17%.
(Baca: Bank Dunia: Resesi Ekonomi akibat Corona Terburuk Sejak Perang Dunia 2)
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai outlook terbaru Bank Dunia akan pertumbuhan ekonomi global membuyarkan proyeksi yang dibuat pada awal tahun ini. "Bank Dunia semula memproyeksi ekonomi global diprediksi tumbuh 2,5% di 2020," kata Ibrahim, Selasa (9/6).
Dalam laporan tersebut, ekonomi negara maju diperkirakan terkontraksi hingga 7%. Kontraksi paling dalam akan terjadi di Jepang mencapai 9,1%, disusul Amerika Serikat minus 7%, dan Uni Eropa minus 6,1%. Namun pada tahun depan, ekonomi negara maju diperkirakan tumbuh 3,9%. Ekonomi Uni Eropa akan tumbuh 4,5%, AS sebesar 4%, dan Jepang tumbuh 2,5%.
Sementara ekonomi negara emerging dan berkembang tahun ini akan minus 2,5%. Ekonomi Tiongkok masih tumbuh tetapi hanya 1%, tetapi India minus 3,2% dan Brasil minus hingga 8%. Kendati demikian, ekonomi negara emerging dan berkembang diramal akan kembali tumbuh 4,6% pada tahun depan. Ekonomi Tiongkok diramal tumbuh 6,6%, India 3,1%, dan Brasil 2,2%.
(Baca: Bank Dunia Peringatkan Risiko RI Ketergantungan Dana Asing )
Bank Dunia juga meramal perekonomian Indonesia akanmengalami fase yang mengkhawatirkan yaitu tumbuh 0% alias tak ada pertumbuhan dibanding tahun lalu. "Perkiraan pertumbuhan ekonomi ini di harus di jadikan cambuk agar pemerintah dan BI semakin solid dalam menerapkan strategi bauran guna mendongkrak perekonomian lebih baik," ujar Ibrahim.
Meski demikian, ia menilai, outlook yang dirilis Bank Dunia kalah menarik dengan rilis cadangan devisa indonesia yang naik US$ 2,6 miliar. Arus modal asing pun masih masuk ke pasar valas, obligasi maupun SUN sehingga menahan pelemahan rupiah.
Dalam perdagangan besok, Ibrahim menyebut, kemungkinan mata uang Garuda menuju arah penguatan terbuka lebar. Kurs rupiah berpotensi pergerakan di antara Rp 13.720-13.950 per dolar AS.