BKPM Wajibkan Investor Bermitra dengan UMKM demi Tingkatkan Daya Saing
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mewajibkan seluruh investasi baru untuk bermitra dengan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Hal ini demi meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan serta mendorong pemulihan sektor yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional dari dampak pandemi corona.
Direktur Pengembangan Promosi BKPM, Alma Karma mengatakan bahwa jalinan kemitraan antara investor dan UMKM menjadi salah satu indikator keberhasilan BKPM dalam menggaet investasi. Investor besar yang sebelumnya belum bermitra dengan UMKM, di tahun ini pun bakal diwajibkan bermitra dengan UMKM.
"Kami mendorong usaha besar yang tidak diwajibkan bermitra dengan UMKM untuk tetap bermitra. Jadi kami mewajibkan usaha-usaha besar yang tadinya tidak diwajibkan itu juga harus bermitra dengan UMKM pada rencana produksi (core) bisnisnya," kata Alma dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (21/7).
Menurut dia, untuk memberikan kemudahan bagi para investor dan UMKM, beberapa kemudahan pun akan diberikan seperti adanya keringanan pajak dan pembebasan bea masuk bahan baku bagi industri yang akan memulai kegiatan produksinya. Selain itu, adanya kemudahan dalam proses administrasi perkreditan oleh perbankan juga akan diberikan.
(Baca: Pangkas Hambatan Usaha UMKM, Jokowi: Tak Usah Izin, Cukup Registrasi)
Adapun potensi investasi yang tengah dijajaki yakni sebesar Rp 708 triliun. Dari jumlah ini sebanyak Rp 410 triliun di antaranya telah berhasil dieksekusi atau setara 58% dari total investasi yang mangkrak.
"Upaya lainnya dengan memberikan perlindungan UMKM yang dilanjutkan dalam pengaturan di daftar positif investasi dengan mempertimbangkan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia dan menyediakan pekerjaan dan peluang untuk menjadi investasi besar," kata dia.
Sementara itu, terkait penyelamatan UMKM yang terdampak covid-19, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri sebelumnya menyebutkan perlu adanya klasifikasi dalam memberikan bantuan. Pasalnya, tidak semua UMKM dapat dibantu dengan melalui stimulus yang sama.
"Jangan semua dibantu dengan cara yang sama. Pilah dulu UMKM yang terdampak Covid-19 berat atau ringan dan cek risiko keuangnnya tinggi apa rendah. Setelah itu baru diberikan stimulus yang sesuai dengan kebutuhannya," kata Faisal dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (20/7).
(Baca: Bank BUMN Akan Salurkan Kredit Rp 4,2 T untuk UMKM yang Jualan Online)
Bagi UMKM yang dampaknya ringan dan risiko keuangannya rendah, dapat disalurkan modal kerja dan kredit investasi. Sedangkan UMKM yang memiliki risiko keuangan tinggi dan dampaknya berat seharusnya tak mendapatkan bantuan tersebut, melainkan cukup bantuan langsung tunai untuk bertahan hidup.
Kemudian untuk UMKM yang risiko keuangan yang tinggi tetapi memiliki dampak Covid-19 yang lebih rendah hanya perlu diberikan restrukturisasi kredit.
"Kalau sekarang kan semua direstrukturisasi lewat Himpunan Bank Milik Negara, kredit modal kerja, kemudian diperuntukkan bagi UMKM yang dampaknya berat tapi risiko keuangannya rendah. Harus berbeda-beda dan ini yang tidak saya lihat pada kebijakan pemerintah," kata dia.
(Baca: Warga Kesulitan Izin Mendirikan UKM, Menteri Teten Beri Pendampingan)
Adapun pemerintah telah menganggarkan penanganan Covid-19 untuk UMKM senilai Rp 123,46 triliun. Anggaran ini terdiri dari subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana pemerintah untuk restrukturisasi Rp 78,78 triliun, dan belanja imbal jasa penjaminan Rp 5 triliun.
Selanjutnya, penjaminan untuk modal kerja senilai Rp 1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah Rp 2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB-KUMKM sebesar Rp 1 triliun.