Sri Mulyani Minta Dukungan Bank Dunia dan IMF soal Burden Sharing
Indonesia saat ini menjadi satu dari sedikit negara emerging market yang menerapkan kebijakan pembiayaan sebagian utang oleh bank sentral di tengah pandemi Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dapat membantu memberi sinyal positif kepada pasar bahwa kebijakan tersebut aman dan dapat diterapkan secara hati-hati.
"Bank Dunia dan IMF diharapkan membantu memberi sinyal positif ke pasar, khususnya rating agencies dan investor bahwa kebijakan one-off burden sharing yang prudent dapat dilakukan dengan aman,” ujar Sri Mulyani dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (20/10).
Dengan demikian, negara berkembang dan emerging market dapat mengoptimalkan kebijakan fiskal, makroprudensial, dan moneter untuk menghadapi krisis pandemi. Di sisi lain, ia juga berharap tingkat bunga pembiayaan dari Bank Dunia dan IMF sehingga negara berkembang tidak dibebani dengan bunga tinggi.
“Bank Dunia dan IMF juga diharapkan dapat membantu negara berkembang dan emerging dengan financing, knowledge sharing, dan convening power yang dimiliki," katanya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun menyampaikan bahwa Indonesia berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan SDM di tengah kondisi yang luar biasa saat ini. Investasi dalam modal manusia adalah kunci pertumbuhan ekonomi.
Sejak awal terjadinya pandemi, Indonesia fokus dalam memberikan perlindungan terhadap manusia meningkatkan anggaran, melebarkan defisit fiskal, dan memprioritaskan belanja kebutuhan darurat. Di saat bersamaan, menurut dia, pemerintah juga terus melakukan reformasi struktural.
Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menyebutkan bahwa secara kapasita, Bank Dunia dan IMF bisa memberikan dukungan terhadap kebijakan burden sharing. Namun, penilaian positif hanya akan diberikan jika memang kebijakan tersebut sesuai dengan prinsip yang dianut dalam kedua lembaga. "Seperti misalnya kebijakan UU Ciptaker yang beberapa waktu lalu mendapat dukungan dari Bank Dunia," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (20/10).
Menurut dia, kebijakan burden sharing bukan dilakukan tanpa alasan. Kemampuan pemerintah dalam membiayai terbatas, tetapi peningkatan belanja dibutuhkan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sejauh ini, menurut dia, pasar telah menerima kebijakan burden sharing pemerintah dan BI, terlihat dari aliran dana asing yang kembali masuk ke instrumen portofolio.
"Kalaupun ada capital outflow saya kira sentimennya lebih banyak kepada kondisi pasar keuangan global terutama AS dibandingkan dengan sentimen terkait burden sharing," ujar dia.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerbitan surat berharga negara sesuai surat keputusan bersama I hingga 13 Oktober 2020 mencapai Rp 61,63 triliun. Jumlah itu terdiri dari SSBN Rp 29,05 triliun dan surat utang negara Rp 32,58 triliun.
Adapun total utang pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2020 mencapai Rp 5.594,93 triliun, naik 19,5% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.