Rupiah Loyo ke 14.092/US$ Terimbas Pemakzulan Presiden Trump
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,1% ke level Rp 14.075 per dolar AS pada pardagangan di pasar spot pagi ini, Kamis (14/1). Rupiah melemah usai Dewan Perwakilan Rakyat AS sepakat untuk memakzulkan Presiden Donald Trump.
Mengutip Bloomberg, rupiah terus bergerak melemah ke posisi Rp 14.092 per dolar AS hingga pukul 09.45 WIB. Beberapa mata uang Asia, seperti won Korea Selatan melemah 0,37% terhadap dolar AS, peso Filipina turun 0,01%, dan yuan Tiongkok 0,03%. Sementara itu, mayoritas mata uang Asia justru menguat. Yen Jepang naik 0,06%, doalr Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,15%. dolar Taiwan 0,05%, rupee India 0,14%, ringgit Malaysia 0,04%, dan baht Thailand 0,15%.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, sentimen pemakzulan Trump menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS turun 0,1% ke level 90,26.
DPR AS pada Rabu (13/1) waktu setempat sepakat memakzulkan Trump untuk yang kedua kalinya. Hal tersebut merupakan buntut dari penyerbuan pendukung Trump ke Gedung Capitol, beberapa hari lalu.
Melansir CNN, suara DPR terkumpul 232 dari 197 untuk bisa memakzulkan orang nomor satu di Negeri Paman Sam tersebut. Trump menjadi satu-satunya Presiden AS yang dimakzulkan dua kali dalam masa jabatannya.
Jika dimakzulkan sebelum masa jabatannya berakhir, Trump tak akan mendapatkan fasilitas sebagai mantan presiden Amerika Serikat. Fasilitas tersebut, antara lain pengawalan Secret Service seumur hidup dan tunjangan perjalanan hingga Rp 1 juta atau sekitar Rp 14,2 miliar per tahun.
Nafan pun memperkirakan rupiah berpotensi menguat di antara Rp 14.020-14.160 dengan sentimen tersebut. "Euforia penyuntikkan vaksin corona pertama kepada Presiden Joko Widodo juga berpeluang memberikan katalis positif bagi rupiah," kata Nafan kepada Katadata.co.id, Kamis (14/1).
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menyebutkan bahwa tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS masih terlihat menurun pagi ini. Tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun ditutup turun di kisaran 1,08%, Rabu (13/1) dari sebelumnya di level 1,12%. "Pagi ini masih bergerak di kisaran 1,08%," ujar Ariston kepada Katadata.co.id.
Turunnya tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tersebut membantu pelemahan nilai tukar Negeri Paman Sam terhadap nilai tukar lainnya. Dolar AS terlihat melemah terhadap mayoritas mata uang utama seperti euro 0,08%, pound Inggrsi 0,1%, dolar Australia 0,22%, dolar Kanada 0,06%, dan franc Swiss 0,09%.
Di sisi lain, dia menuturkan bahwa pelaku pasar juga masih optimis terhadap rencana stimulus fiskal AS yang lebih besar di bawah pemerintahan Joe Biden. Optimisme ini bisa mendukung penguatan aset berisiko. Dari dalam negri, vaksinasi masih memberikan sentimen positif ke rupiah. Sentimen tersebut bisa mendukung penguatan kurs Garuda terhadap dolar AS hari ini di antara Rp 13.980-14.150.
Program vaksinasi Covid-19 mulai berjalan, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima suntikan vaksin virus corona di Indonesia. Masyarakat pun diminta tak mengkhawatirkan keamanan vaksin.
Kalaupun ada efek samping, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan biaya perawatan pasca vaksinasi Covid-19 akan ditanggung oleh negara. Untuk itu, pemerintah akan merevisi aturan terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). "Sekarang kami sedang merevisi Peraturan Presiden Nomor 99," kata Budi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (13/1).
Adapun, aturan terkait vaksinasi Covid-19 tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020. Pasal 15 aturan tersebut menjelaskan, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan bersama dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pemantauan dan penanggulangan kejadian ikutan pasca Vaksinasi Covid-19. Namun, aturan itu belum menjelaskan terkait penanggungan biaya perawatan akibat efek samping pada penerima vaksin virus corona.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu mengatakan, timbulnya efek samping yang terjadi pada anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mendapatkan tanggungan biaya perawatan dari BPJS Kesehatan. Sedangkan, KIPI pada nonanggota JKN akan dbiayai oleh negara. "Mekanisme ini kami rapikan dalam bentuk PP revisi," ujarnya.