Pekerjaan Berat Mendorong Masyarakat Melek Keuangan

Agatha Olivia Victoria
15 Januari 2021, 11:39
Telaah - Bank
deniskot/123rf
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo menargetkan tingkat inklusi keuangan mencapai 90% pada 2024.
  • Pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan mencapai 90% pada 2024. 
  • Tingkat inklusi pada 2019 mencapai 7619%, tetapi tingkat literasi atau melek keuangan hanya mencapai 38,03%. 
  • OJK telah menerbitkan roadmap Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah 2021-2025. 

Hidup Fauzi tak tenang dalam dua tahun terakhir ini. Pria berusia 35 tahun ini terjerat oleh pinjaman dengan bunga tinggi. "Sekarang seperti dikejar-kejar. Penghasilan cuma habis untuk bayar pinjaman," ujar Fauzi kepada Katadata.co.id, Kamis (14/1) . 

Masalah berawal dari sms tawaran pinjaman yang mampir ke ponselnya tepat saat ia memiliki kebutuhan dana. Akses yang terbatas pada lembaga keuangan formal membuat ia mencoba alternatif pinjaman ilegal tersebut. Ia pun beberapa kali menarik pinjaman karena kemudahan yang diberikan dan baru tersadar saat utang sudah menumpuk. 'Tau-tau sudah banyak sekali. Saat meminjam tidak terpikirkan utang yang harus dibayar sebesar sekarang," kata Fauzin yang bekerja sebagai pegawai kontrak di kantor pemerintah daerah. 

Ia mengaku tak paham cara kerja lembaga keuangan. Maka saat ada tawaran pinjaman dengan mudah, Fauzi pun tergiur untuk memanfaatkannya. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan, hanya 38,08% masyarakat Indonesia yang sudah memiliki pemahaman terhadap layanan jasa keuangan pada 2019. Padahal, tingkat inklusi atau persentase masyarakat yang sudah tersentuh layanan jasa keuangan mencapai 76,19%. 

Meski tingkat inklusi pada 2019 sudah jauh lebih tinggi dibandingkan 2016 yang mencapai 67,8%, Presiden Joko Widodo  menargetkan tingkat inklusi keuangan dapat mencapai 90% dari total penduduk pada 2024. Target ini antara lain akan dikejar oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah yang kini telah memiliki peta jalan 2021-2025 yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menjelaskan perluasan penerima bansos nontunai pada tahun lalu sangat membantu peningkatan inklusi keuangan pada tahun lalu.Ini antara lain tercermin dari data jumlah rekening simpanan masyarakat. 

Lembaga Penjaminan Simpanan mencatat total rekening simpanan masyarakat di perbankan pada November 2020 mencapai 34454 juta, bertambah 42,8 juta dibandingkan akhir tahun lalu. Pertumbuhan jumlah rekening pada November mencapai 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Namun tingkat inklus pada tahun lalu, menurut Tirta, belum mendekati target 2024. Meski demikian, OJK optimistis target tersebut dapat tercapai. "Selama masa pandemi, kami juga terus mendorong literasi dan inklusi keuangan. Tahun lalu, kami  antara lain juga menyasar para pelajar," ujar Tirta kepada Katadata.co.id, Jumat (15/1). 

Pada tahun lalu jumlah pelajar yang memiliki rekening tabungan mencapai 50% dari total 52 juta pelajar. Tahun ini, OJK menargetkan pelajar yang memiliki rekening tabungan dapat mencapai 70%. 

"Untuk mendorong inklusi bagi UMKM, kami juga memberdayakan TPAKD yang  sekarang jumlahnya sudah mencapai 228 di tingkat provinsi atau kabupaten/kota," katanya. 

Dalam roadmap TPAKD, inklusi keuangan terutama akan didorong pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar, serta masyarakat yang selama ini menggunakan layanan keuangan nonformal. Berdasarkan penilitian ADB konsumen umumnya mendapatkan penawaran pinjaman nonformal secara online dan offline dengan bunga tinggi seperti yang dialami Fauzi. 

Inklusi keuangan juga diarahkan terutama kepada para pelaku usaha mikro dan kecil, pekerja migran, kelompok masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial, serta pelajar, mahasiswa, dan pemuda.

Berdasarkan peta jalan TPAKD, inklusi keuangan akan didorong melalui akselerasi pembukaan rekening tabungan, pembiayaan yang mudah, cepat, dan berbiaya rendah melalui digitalisasi layanan keuangan pada tahun ini. Kemudian akselerasi pemanfaatan produk/layanan keuangan digital pada 2022, layanan keuangan syariah pada 2023, layanan Industri Keuangan Nonbank pada 2023, dan pasar modal pada 2024. 

Inklusi Keuangan Tak Cukup

Namun, kesejahteraan masyarakat tak hanya dapat dilakukan dengan mendorong inklusi keuangan. Ekonom Universitas Indonesia Teuku Riefky menjelaskan, literasi keuangan sangat penting agar masyarakat memperoleh manfaat dari perkembangan produk keuangan untuk kesejahteraan masyarakat. 

"Ada juga risiko fraud dari produk keuangan sehingga masyarakat harus hati-hati dan memiliki literasi yang cukup untuk memahami produk-produk keuangan yang berkembang," katanya kepada Katadata.co.id.

Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menjelaskan literasi keuangan yang kalah cepat dari inklusi dapat berdampak pada sistem keuangan. Salah satunya kredit macet jika masyarakat yang dapat mengakses pinjaman tak dapat mengelolanya. 

Inklusi dan literasi keuangan perlu ditingkatkan secara bersamaan. Selain mengandalkan perbankan, keduanya dapat didorong melalui digitalisasi keuangan. "Bank sangat terbatas dalam menyalurkan kredit dan masyarakat juga sedikit sehingga fintech sebenarnya dapat menjadi solusi," katanya. 

Survei yang dilakukan OECD/INFE pada tahun lalu menyebutkan bahwa financial literacy score Indonesia adalah sebesar 63,5% dengan financial knowledge score sebesar 53,2%. Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat selama ini hanya menggunakan produk dan layanan keuangan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengoptimalkan produk keuangan yang mereka miliki.

"Masyarakat juga belum memahami dengan baik terkait manfaat dan risiko dari produk keuangan" demikian tertulis dalam roadmap TPAKD. 

Beberapa alasan rendahnya tingkat literasi keuangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, latar belakang budaya, agama dan pendidikan masyarakat serta terbatasnya informasi yang mereka peroleh terkait produk dan jasa keuangan.

Padahal, hasil penelitian OJK di sejumlah daerah menunjukkan bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan dapat meningkatkan pendapatan per kapita dan indeks pembangunan manusia. Setiap peningkatan satu persen kenaikan indeks literasi dan inklusi keuangan mampu mengerek IPM sebesar 0,16%.

Oleh karena itu, di dalam roadmap, peningkatan literasi keuangan akan menjadi salah satu program yang akan didorong oleh TPAKD. Hanya saja, berbeda dengan target inklusi keuangan yang dipatok, OJK maupun pemerintah tak mematok target  untuk literasi keuangan pada 2024.

Pembentukan TPAKD sendiri memiliki target akhir yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indikatornya adalah penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan pengurangan kesenjangan. Oleh karena TPAKD akan mendorong optimalisasi produk dan layanan keuangan, penguatan infrastruktur akses keuangan, peningkatan literasi keuangan, serta asistensi dan pendampingan. 

Jokowi sebelumnya mengingatkan masih rendahnya tingkat melek keuangan di Indonesia. Ia berharap, perusahaan teknologi finansial dapat turut berperan sebagai penggerak literasi keuangan dan tak hanya berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan pembayaran online.

Fintech diharapkan turut memberikan pendampingan perencana keuangan kepada masyarakat serta memperluas peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam akses pemasaran e-commerce. "Para inovator harus mengembangkan diri terus menerus untuk jalankan fungsi agregator, memberikan layanan equity crowdfunding dan project financing," ujar dia.

Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...