Neraca Dagang Surplus US$ 21,7 Miliar Tahun Lalu, Terbesar Sejak 2011
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada sepanjang tahun lalu surplus mencapai US$ 21,74 miliar, jauh lebih baik dibandingkan 2019 yang defisit US$ 3,2 miliar. Surplus ini juga merupakan yang terbesar sejak 2011, terutama ditopang oleh anjloknya kinerja impor.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ekspor pada sepanjang tahun lalu mencapai US$ 163,31 miliar, turun 2,61% dibandingkan 2019 sebesar US$ 167,8 miliar. Sementara impor anjlok 17,34% menjadi US% 141,57 miliar. "Selama tahun 2020, neraca perdagangan kita surplus US$ 21,74 miliar. Surplus ini terbesar sejak 2011," ujar Suhariyanto dalam Konferensi Pers Pengumuman Ekspor Impor Desember, Jumat (15/1).
Suhariyanto menjelaskan, kinerja ekspor pada tahun lalu lebih baik dari ekspektasi seiring pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian. Ekspor pertanian mencatatkan kenaikan tertinggi 13,98% menjadi US$ 4,12 miliar, disusul oleh industri pengolahan yang naik 295% menjadi US$ 131,13 miliar.
Sementara ekspor migas anjlok 29,52% menjadi US$ 8,31 miliar dan ekspor tambang dan lainnya turun 20,7% menjadi US$ 19,75 miliar.
Meski kinerja sepanjang tahun lalu turun, menurut Suhariyanto, capaian ekspor pada Desember cukup menggembirakan yakni naik 8,39% secara bulanan dan 14,5% secara tahunan. Ekspor bulan lalu sebesar US$ 16,54 miliar juga merupakan yang tertinggi sejak Desember 2013.
"Banyak komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Desember dibandingkan bulan sebelumnya. Harga minyak mentah naik 17,48%, minyak kelapa sawit naik 6,62%, batu bara naik 28,93%," katanya.
Sementara impor pada sepanjang tahun lalu, menurut Suhariyanto, terjadi pada seluruh golongan barang. Impor bahan baku/penolong anjlok 18,32% menjadi US$ 103,21 miliar, barang modal jatuh 16,73% menjadi US$ 23,7 miliar, dan barang konsumsi turun 10,93% menjadi US$ 14,66 miliar.
"Pandemi Covid-19 mengganggu suplai dan demand, jadi dapat dipahami jika impor menurun. Ini juga terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi," katanya.
Adapun secara bulanan, impor pada Desember sudah mulai menunjukkan kenaikan mencapai 14% dibandingkan November, tetapi turun tipis 0,47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 14, 4 miliar. Impor migas naik 36,57% secara bulanan tetapi masih anjlok 30,54% secara tahunan menjadi US$ 1,1,48 miliar, sedangkan impor nonmigas naik 11,89% secara bulanan atau 4,71% secara tahunan menjadi US$ 12,96 miliar.
Berdasarkan golongannya, impor bahan baku/penolong naik 14,15% secara bulanan tetapi turun 2,2% secara tahunan menjadi US$ 10,19 miliar. Impor Barang modal naik 3,89% secara bulanan atau 3,17% secara tahunan menjadi US$ 2,53 miliar. Impor barang konsumsi bahkan melonjak 31,89% secara bulanan atau 3,87% secara tahunan menjadi US$ 1,72 miliar.
"Neraca perdagangan pada Desember surplus US$ 2,1 miliar. Kita harapkan kinerja ekspor dan impor akan semakin membaik pada tahun ini terutama dengan sentimen positif dari vaksinasi," katanya.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya memperkirakan kinerja ekspor dan impor Indonesia pada 2021 akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara neraca perdagangan diperkirakan masih akan positif. Perbaikan diperkirakan terjadi meskipun ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jawa Bali di Indonesia dan lockdown di berbagai negara.
"Kita akan mengalami perbaikan yang signfikan 2021, terutama untuk ekspor dan impor," kata Lutfi dalam saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (11/1).
Berdasarkan Renstra Kemendag 2020-2024, neraca perdagangan pada 2021 ditargetkan mengalami surplus US$ 1 miliar. Hal ini didukung dengan ekspor riil barang dan jasa yang ditargetkan tumbuh 4,2% dan ekspor nonmigas tumbuh 6,3%.