Heboh Perluasan Pajak, Pengecualian PPN RI Rupanya Terbanyak di Asia

Agatha Olivia Victoria
24 Juni 2021, 19:13
Heboh Perluasan Pajak, Pengecualian PPN RI Rupanya Terbanyak di Asia
ANTARA FOTO/ Reno Esnir/rwa.
Seorang anak bermain di salah satu kawasan apartemen, Jakarta, Jumat (28/5/2021).

Niat pemerintah memperluas pajak pertambahan nilai atau PPN sempat membuat heboh, seperti rencana pengenaan pajak pada bahan pokok makanan premium. Padahal, menurut Kementerian Keuangan, pengecualian PPN Indonesia pada sejumlah barang dan jasa merupakan yang terbanyak di antara negara-negara Asia.

Dampak luasnya barang dan jasa yang tidak terkena PPN yakni banyak penjualan yang tidak bisa diawasi produksi, distribusi, maupun konsumsinya. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan bahwa permasalahan tersebut saat ini sedang diintegrasikan sehingga bisa diawasi.

“Tidak justru dimanfaatkan oleh mereka yang mau menghindar pajak,” kata Yustinus dalam Diskusi Tafsir Keadilan dalam Rancangan Tarif PPN, Kamis (24/6).

Menurut dia, saat ini terdapat empat kelompok barang dan 17 kelompok jasa yang dikenakan pengecualian PPN. Kelompok barang yang dimaksud yakni barang pertanian, peternakan, perikanan, tambang, kebutuhan pokok, emas, uang, surat berharga, serta makanan dan minuman di restoran.

Sementara, kelompok jasa yang dikecualikan PPN antara lain pendidikan, kesehatan, keuangan, sosial, dan asuransi. Kemudian, kelompok keagamaan, kesenian dan hiburan, angkutan umum, perhotelan, serta parkir.

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura, Thailand, India, dan Tiongkok, pengecualian PPN di Indonesia terlihat sangat banyak. Barang yang dikecualikan dari PPN di Singapura, misalnya, hanya properti tempat tinggal, logam berharga, serta barang untuk keperluan investasi. Sementara jasa yang tidak dipungut PPN yakni keuangan dan sewa properti tempat tinggal.

Hal tersebut juga berlaku di Thailand yang hanya mengenakan pengecualian PPN kepada barang pertanian, peternakan, perikanan, koran, buku, dan pupuk. Untuk jasanya, yang dikecualikan dari PPN yakni kesehatan, angkutan umum, dan leasing properti.

Barang yang dikecualikan dari PPN di India yakni sereal, sayur, buah, dan pengalihan tanggung jawab. Sementara jasa yang tak dipungut PPN hanya jasa perhotelan di bawah 1.000 rupee per hari dan sewa tempat tinggal. Bahkan, Tiongkok sama sekali tak memberikan pengecualian PPN kepada barang maupun jasa di negara tersebut.

Di sisi lain, Yustinus berpendapat bahwa belanja pajak di Tanah Air juga terus meningkat. “Dari sini kami akan menakar efektivitas pengaturannya,” ujar dia.

Berdasarkan data Bank Dunia pada 2019, belanja perpajakan di Indonesia kebanyakan dinikmati oleh masyarakat kelas menengah dan atas. Dengan demikian, hal tersebut dirasa tidak adil.

Kementerian Keuangan memperkirakan belanja perpajakan tahun lalu 1,5 - 1,6 % dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu tak berbeda jauh dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,62 % terhadap PDB. Adapun bertaburnya insentif pajak pemerintah merupakan salah satu bagian dari reformasi pajak di Undang-Undang Cipta Kerja.

Pengamat Pajak Institute For Development of Economics and Finance Nailul Huda mengatakan reformasi perpajakan yang ada dalam UU Cipta Kerja memang diciptakan sebagai karpet merah bagi perusahaan. Hal ini tercermin dari berbagai keringanan yang diberikan dalam beleid itu. Salah satunya keringanan bagi para pengemplang pajak. “Dimana sanksi lebih rendah dari peraturan sebelumnya,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, akhir tahun lalu.

Dengan demikian, dia memperkirakan penerimaan negara secara umum pasti akan menurun drastis. Sebelum ada pandemi pun, kinerja penerimaan negara sudah menurun. Salah satu indikatornya terlihat dari rasio perpajakan atau tax ratio yang terus melorot.

Bagi penerimaan daerah, UU Cipta Kerja menurut ia bagaikan aturan pencabut kewenangan daerah dalam menentukan pajak dan retribusi daerah masing-masing. Pemerintah daerah bisa diintervensi demi investasi. "Jadi penerimaan daerah akan menurun tajam juga demi investasi dan ego pemerintah pusat," ujar dia.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmaldrin Noor, menyatakan bahwa melalui pengenaan PPN pada sembako premium, pemerintah sebenarnya tengah berupaya menggenjot penerimaan negara, sekaligus mendorong situasi yang lebih berkeadilan bagi masyarakat.

Dalam skema terbaru, barang kebutuhan pokok premium, yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah-atas, akan dikenai PPN. Sementara barang kebutuhan umum yang dikonsumsi masyarakat banyak tetap bebas dari PPN.

Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa barang kebutuhan pokok non-premium tidak akan dikenai PPN. Ia memastikan pemerintah tidak akan bertindak gegabah dalam memformulasikan peraturan baru tersebut. Faktor kemampuan membayar alia ability to pay tetap menjadi salah satu pertimbangan utama bagi pemerintah.

Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...