Bantu Biayai APBN, BI Sudah Borong Surat Utang Pemerintah Rp 124 T
Bank Indonesia (BI) telah membeli surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 124,13 triliun sejak awal tahun hingga 19 Juli. Pembelian surat utang pemerintah ini dilakukan untuk mendanai APBN di tengah kebutuhan anggaran yang meningkat akibat pandemi Covid-19.
"Pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 melalui mekanisme lelang utama sebesar Rp 48,67 triliun dan Rp 75,6 triliun melalui mekanisme lelang tambahan." kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers KSSK, Jumat, (6/8).
Bank sentral melakukan pembelian sekitar Rp 3,3 triliun dalam tiga minggu pertama bulan lalu. Sementara pada sepanjang tahun lalu, BI membeli SBN mencapai Rp 473,42 triliun. Ini terdiri atas Rp 75,86 triliun melalui mekanisme SKB I dan Rp 397,56 triliun berdasarkan SKB II.
Perry pada bulan lalu memastikan tidak akan kembali menerapkan skema burden sharing dalam pembiayaan utang dengan pemerintah meski kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 melonjak. Dukungan BI diberikan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama atau SKB I yang mengatur perannya sebagai pembeli siaga dalam penerbitan surat utang pemerintah.
"Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2020 menggariskan bagaimana kebijakan fiskal ditempuh dan bagaimana BI berpartisipasi dalam pendanaan APBN 2021," uja Perry dalam konferensi pers hasil rapat dewan gubernur BI, Kamis, (22/7).
Selain pembelian SBN, BI juga melonnggarkan kebijakan moneter atau quantitative easing untuk membantu likuiditas perbankan mencapai Rp 101,1 triliun. Sementara itu, total quantitative easing yang digelontorkan sejak awal pandemi mencapai Rp 833,9 triliun atau setara 5,4% terhadap PDB.
Kepemilikan BI terhadap SBN hingga akhir Juli lalu tercatat sebesar 23%. Porsinya melonjak dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 yang hanya mencapai 9,9%. Sementara porsi kepemilikan SBN terbesar saat ini digenggam oleh perbankan mencapai 25,28%, naik dari 24,675.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perbankan memborong obligasi pemerintah untuk menjaga likuiditas keuangan perusahaan di tengah peningkatan dana pihak ketiga dan seretnya penyaluran kredit.
"Pembelian SBN ini membuat bank bisa bertahan. Bank harus menanggung biaya dana pihak ketiga (DPK) saat penyaluran kredit menurun dan banyak nasabah yang kesulitan membayar," ujarnya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pertengahan bulan lalu.
Sementara, komposisi SBN yang dimiliki oleh investor asing mengalami penyusutan. Nilainya menurun dari 38,57% pada akhir tahun 2019 menjadi 22,82% pada akhir Juni lalu.
Posisi utang pemerintah pada bulan Juni 2021 tercatat sebesar 6.554,56 triliun atau membengkak 2,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai utang pemerintah tersebut setara dengan 41,35% dari PDB.
Komposisi utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan SBN yang porsinya mencapai 87,14% dari total utang bulan Juni. Utang berbentuk SBN terdiri atas SBN domestik sebesar Rp 4.430,87 triliun dan SBN valuta asing Rp 1.280,92 triliun.
Pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp 842,76 triliun. Jenis ini terdiri atas pinjaman luar negeri sebesar Rp 830,24 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun.