Sri Mulyani Waspadai Dampak PPKM Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyatakan stabilitas sistem keuangan pada periode April hingga Juni masih menunjukkan kondisi normal. Namun, KSSK mewaspadai kondisi pada kuartal ketiga yang menghadapi tantangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 4 untuk menekan penyebaran varian Delta Covid-19.
"Penerapan PPKM darurat dan level 4 diperkirakan akan mengurangi aktivitas perekonomian, khususnya yang identik dengan mobilitas, seperti konsumsi dan investasi," ujar Menteri Keuangan sekaligus Ketua KKSK Sri Mulyani dalam Konferensi Pers, Jumat (6/8).
Penyebaran varian Delta, menurut dia, juga akan mempengaruhi outlook global dan kinerja ekspor. Penerapan PPKM level 4 juga akan berdampak pada sektor-sektor yang tergantung pada mobilitas, seperti perdagangan, transportasi, serta hotel dan restoran.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan menerapkan langkah antisipasif untuk menahan perlambatan ekonomi yang berpotensi terjadi pada dua kuartal mendatang. Langkah yang diambil dan sudah dilakukan, meliputi peningkatan anggaran untuk klaster kesehatan, perlindungan sosial, dan bantuan usaha dalam program PEN.
Bendahara negara juga mengatakan kebutuhan anggaran untuk memperkuat prorgam tersebut dilakukan melalui realokasi dan refocusing anggaran. "Kami melakukan refocusing empat kali anggaran dan mengalokasikannya untuk anggaran paling prioritas yaitu kesehatan, perlindungan sosial dan bantuan usaha. Kami meminta kementerian dan lembaga (K/L) untuk menahan belanja yang memang tidak prioritas." ujarnya.
Langkah-langkah tersebut diharapkan akan mendorong berlanjutnya tren pemulihan ekonomi pada kuartal II. Sri Mulyani mencatat, stabilitas sistem keuangan pada April-Juni dalam kondisi normal ditopang oleh tren pemulihan ekonomi domestik dan global.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang mencapai 7,07% secara tahunan, yang antara lain juga didorong oleh pemulihan ekonomi negara-negara maju. Capaian ekonomi tersebut, menurut dia, juga disumbangkan oleh peran kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.
"Memang ada faktor ekonomi global yang menyumbang, namun kebijakan countercyclical dalam bentuk fiskal dan non fiskal serta kebijakan moneter dan sektor keuangan dari BI dan OJK yg akomodtif juga telah menorong berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional." kata Sri Mulyani.
Beberapa faktor lainnya yang juga mendukung terjadinya pemulihan pada kuartal II, yaitu adanya meomentum Lebaran dan Ramadhan pada April dan Mei. Selain itu, kondisi kuartal II 2020 yang terkontraksi dalam menciptakan adanya base effect. Ini membuat pertumbuhan kuartal II melonjak signifikan, namun jika dibandingkan kuartal I 2021, pertumbuhannya hanya 3,31%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral masih akan melanjutkan intervensinya dalam pemulihan ekonomi. Hal ini, kata Perry, dilakukan dengan mengerahkan seluruh instrumen kebijakan BI untuk mendukung ekonomi dari sisi moneter, makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar uang hingga kebijakan internasional dan inklusi keuangan.
"BI telah menurunkan suku bunga enam kali sejak tahun lalu sebesar 150 bps, bank sentral mempertahankan suku bungan rendah tetap pada level 3,5%, suku bunga yang terendah dalam sejarah." kata Erwin dalam sambutannya di acara yang sama dengan Sri Mulyani.
BI masih akan melanjutkan langkah-langkah untuk menjaga nilai tukar rupiah. Perry mengatakan langkah ini dilakukan melalui intervensi di pasar spot, DNDF dan pembelian SBN dari pasar sekunder. Dia juga menambahkan, bank sentral juga masih akan terus melanjutkan penambahan likuiditas ke pasar uangan dan perbankan.
Pada tahun ini BI telah menambah lukiditas quantitive easing di perbankan sebesar Rp 101,1 triliun hingga 19 Juli 2021. Sementara nilai likuiditas melalui quantitative easing yang sudah diberikan sejak pandemi mencapai Rp 833,9 triliun atau setara 5,4% PDB.