Wamenkeu: Pengelolaan Keuangan Negara Makin Rumit karena Covid-19
Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh aspek kehidupan, termasuk pengelolaan keuangan negara. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut pengelolaan keuangan negara saat ini semakin rumit karena kebijakan fiskal kini tak hanya berkutat pada anggaran tetapi juga penanganan krisis kesehatan.
"Masalah keuangan negara makin rumit. Keuangan negara yang kami pahami di masa lalu makin bertambah dimensinya," kata Suahasil dalam Launching Podcast d'Maestro, Senin (30/8).
Suahasil menyebut dinamika keuangan negara telah berubah akibat pandemi Covid-19. Pada tahun-tahun sebelumnya, menurut dia, pembicaraan terkait keuangan negara tidak pernah menyentuh aspek kesehatan. Aspek ini bahkan idak dipertimbangkan sebagai faktor yang bisa mempengaruhi dinamika keuangan negara.
Dalam situasi krisis kesehatan, menurut dia, kebijakan fiskal tidak lagi tersentralisasi pada persoalan anggaran semata. Kebijakan fiskal kini menyangkut berbagai persoalan publik, seperti sektor keuangan, perbankan, dunia usaha, pemberian insentif hingga mengurus pemerintah daerah.
"Kalau dulu, kebijakan fiskal dikaitkan dengan APBN atau APBD. Saat krisis seperti ini, kebijakan fiskal ada jejaknya di semua tempat," kata Suahasil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat Koordinasi Pembangunan Pusat akhir April lalu mengatakan, Indonesia merugi hingga Rp 1.356 triliun sepanjang tahun 2020 akibat Covid-19. Nilai tersebut dihitung dari selisih realisasi PDB yang terkontraksi 2,07% dengan target pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5,3%.
Bendahara negara itu menyebutkan kerugian terjadi karena APBN dipakai untuk melakukan countercyclical agar ekonomi tidak terlalu merosot akibat pandemi. Kementerian Keuangan juga mengklaim berbagai insentif yang dibagikan pemerintah sepanjang tahun lalu menghindarkan 18 juta penduduk masuk ke dalam kemiskinan. Namun konsekuensinya pemerintah harus memperlebar defisit melebihi 3% hingga 2022 mendatang, ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.
Namun, Sri Mulyani juga mulai optimistis berbagai kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah sepanjang tahun ini sudah membuahkan hasil. Ini terindikasi dari perekonomian pada kuartal II 2021 yang berhasil tumbuh 7,07% secara tahunan.
"Cerita pertumbuhan PDB kurtal kedua menggambarkan arah pemulihan ekonomi sudah benar, strategi pemulihan ekonomi juga sudah benar dan sudah mulai menghasilkan dampak atau hasilnya," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II awal bulan ini.
Sri Mulyani menilai, kebijakan fiskal pemerintah dalam bentuk penyaluran bantuan sosial mampu mendongkrak daya beli masyarakat. Maka, menurut dia, tak heran jika konsumsi rumah tangga pada kuartal II berhasil tumbuh 5,9%. Komponen PDB lainnya juga berhasil keluar dari zona kontraksi, investasi tumbuh 7,5%, konsumsi pemerintah 8,1%, ekspor 31,8% dan impor 31,2%.
Sebagai informasi, pemerintah menyediakan anggaran PEN Rp 744,77 triliun untuk membiayai berbagai kebutuhan penanganan Covid-19 tahun ini. Belanja kesehatan dalam anggaran PEN 2021 sebesar Rp 214,96 triliun, perlindungan sosial (perlinsos) Rp 186,64 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp 162,4 triliun, insentif usaha Rp 62,83 triliun dan program prioritas Rp 117,94 triliun.