IMF Soroti Ketidakadilan Vaksinasi Global Terhadap Negara Miskin
Dana Moneter Internasional (IMF) menilai vaksinasi global saat ini berjalan tidak adil bagi negara penghasilan rendah. Negara-negara yang mayoritas berada di Afrika ini akan menghadapi tingkat vaksinasi paling lambat dibandingkan negara-negara lainnya.
"Negara-negara berpenghasilan rendah yang sebagian besar berada di Afrika, tidak dapat mengakses vaksin yang cukup untuk memenuhi tujuan global yang mencakup 10% penduduk seluruh dunia pada September dan 40% pada akhir 2021. Apalagi, mencapai tujuan Uni Afrika 70% pada 2022," demikian tertulis dalam keterangan resmi IMF, Jumat (27/8).
Program vaksinasi Covid-19 global berkembang dengan dua kecepatan yang berbeda. Tingkat vaksinasi di negara penghasilan rendah hingga saat ini masih kurang dari 2% orang dewasa. Kondisi ini jauh dibandingkan dengan hampir 50% orang dewasa di negara berpenghasilan tinggi.
Ketimpangan akses vaksinasi mendorong tidakmeratanya proses pemulihan dan tingkat keparahan yang dialami negara-negara dunia akibat Covid-19. Analisis IMF menunjukkan negara berpenghasilan rendah membutuhkan hampir US$ 200 miliar biaya untuk mengatasi pandemi dan tambahan US$ 250 miliar untuk bisa kembali ke level sebelum pandemi.
Kebutuhan atas biaya pemulihan yang besar tidak diimbangi prospek pemulihan ekonomi yang menjanjikan. Dalam rilis IMF bulan lalu, negara penghasilan rendah diperkirakan hanya akan tumbuh rata-rata 3,9%, turun dari perkiraan sebelumnya 4,3%. Pertumbuhan ini jauh di bawah prospek ekonomi negara maju yang akan tumbuh 5,6% tahun ini.
IMF meminta produsen vaksin untuk memprioritaskan dan memenuhi kontrak pengiriman vaksin ke fasilitas vaksin yang dibuat WHO yakni COVAX dan African Vaccine Acquisition Trust (AVAT). Produsen vaksin diharapkan dapat mendistribusikan vaksin dengan perkiraan pasokan yang jelas dan teratur, termasuk meminta kerjasama negara-negara maju yang sudah mencapai vaksinasi lebih cepat.
"Kami menyerukan kepada negara-negara yang telah memesan vaksin dalam jumlah besar untuk menukar jadwal pengiriman jangka pendek dengan COVAX dan AVAT," kata IMF.
IMF juga menagih janji negara-negara G7 dan negara maju lainnya yang sudah mengatakan akan berbagi vaksin dengan negara penghasilan rendah. Negara-negara G7 diminta untuk meningkatkan keterbukaan distribusi vaksin, umur simpan produk dan dukungan untuk pasokan tambahan. Dari 900 juta dosis vaksin yang dijanjikan, hampir 10% diantaranya telah dikirimkan.
Selain itu, negara-negara tempat pabrik vaksin beroperasi terutama Eropa dan Amerika Utara diminta untuk menghilangkan hambatan ekspor pada vaksin COVID-19 atau hambatan lainnya selama tahap produksi dan distribusi. Di sisi lain, IMF jug emamstikan akan membantu emobilisasi hibah dan penyaluran pembiayaan yang ringan.
IMF awal pekan lalu memulai penarikan dana cadangan senilai US$ 650 miliar atau setara Rp 9.360 triliun melalui skema Hak Penarikan Khusus atau Special Drawing Rights (SDR). Dari dana tersebut, sebanyak US$ 275 miliar atau Rp 3.960 triliun di antaranya akan dipinjamkan kepada negara-negara berkembang, termasuk sebanyak US$ 21 miliar akan disalurkan kepada negara-negara berpenghasilan rendah.
Sementara, pinjaman IMF tersebut akan diperuntukan untuk berbagai tujuan mulai dari penanganan Covid-19 hingga masalah perubahan iklim global.