Ekonom Peringatkan Risiko Bangun Ibu Kota Baru Gunakan Dana PEN
Pemerintah berencana menggunakan sebagian dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 untuk membiayai pembangunan tahap awal ibu kota baru di Kalimantan Timur. Namun, rencana ini dinilai memiliki sejumlah risiko, salah satunya menghambat upaya pemerintah untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Pemerintah mengalokasikan anggaran PEN pada tahun ini sebesar Rp 455,62 triliun. Dari nilai tersebut, terdapat Rp 178,3 triliun untuk penguatan pemulihan ekonomi. Anggaran di pos belanja inilah yang sebagian akan digunakan untuk proyek ibu kota baru. Namun pemerintah belum merincikan berapa besaran anggarannya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memperingatkan pembiayaan ibu kota baru lewat PEN akan memengaruhi postur alokasi anggaran PEN secara keseluruhan. Padahal, masih banyak program di pos belanja penguatan pemulihan ekonomi yang harus diprioritaskan.
"Ini akan mengurangi alokasi belanja yang lain, ini yang tidak tepat. Kalau itu diambil dari PEN ini berarti pemulihan ekonomi kita akan terhambat karena kurangnya intervensi fiskal yang semestinya dilakukan terhadap ekonomi pada saat pemulihan dari pandemi," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Rabu (19/1).
Faisal meminta pemerintah menggunakan alokasi dana PEN untuk mendukung sektor usaha yang mendukung program padat karya. Hal ini karena program tersebut bukan hanya memberi penghasilan ke masyarakat tetapi juga meningkatkan produktivitas.
"Dukungan ke program padat karya ini tidak hanya dikasih seperti BLT yang konsumtif, tetapi ada kegiatan-kegiatan yang produktif bagi penerimanya, ini yang bisa menciptakan multiplier effect sehingga pemulihan lebih kuat dan berkelanjutan," kata dia.
Dia mengusulkan agar skema pembiayaan proyek ini tetap pada rencana awal, yakni mayoritas berasal dari pembiayaan lewat skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta investasi swasta dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D). Mengutip laman resmi ikn.go.id, pemindahan ibu kota setidaknya membutuhkan anggaran Rp 466 triliun. Anggaran dari APBN hanya berkontribusi kurang dari 20% dari rencana tersebut.
Ia juga menilai kehadiran APBN dalam proyek ini pun seharusnya tidak melalui anggaran PEN, melainkan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) terkait. "Alasannya karena selain pemulihan ekonomi yang terhambat, ini masalah kepercayaan publik dan akuntabilitas dalam hal pengelolaan keuangan negara," kata dia.
Senada dengan Faisal, Direktur Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai tidak sepantasnya pembiayaan ibu kota baru diselipkan ke dalam anggaran PEN. Alasannya karena rencana ini diusulkan di tengah masih banyak persoalan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam program PEN.
Ia mengatakan, masih banyak masyarakat termasuk pelaku UMKM yang belum menerima bantuan dari pemerintah. Selain itu, dampak dari gelontoran anggaran PEN hingga kini belum signifikan mendorong perekonomian.
"Apalagi model pembangunan IKN bertumpu pada pembangunan gedung layanan pemerintahan yang kurang menarik ditinjau dari sisi komersial. Kalau tujuannya menyerap tenaga kerja, ya jangan bangun IKN sekarang, tapi berikan insentif ke usaha UMKM secara lebih masif," kata Bhima kepada Katadata.co.id.
Ia juga menekankan, pembiayaan pembangunan ibu kota baru akan berisiko terhadap APBN terlepas apakah anggaran dialokasikan melalui program PEN ta
Baik dibiayai lewat belanja PEN maupun tidak, selama pembangunan menggunakan APBN maka risikonya terhadap target pemerintah untuk kembali ke defisit anggaran 3% tahun depan akan semakin sulit. Karen itu, Bhima mengingatkan, pemerintah perlu hati-hati untuk meminimalisir kesalahan alokasi anggaran.
"Target untuk defisitnya turun ke bawah 3% akan sulit kalau belanja nya masih agresif ke mega proyek yang membutuhkan dana besar," kata dia.
Rencana Pelibatan APBN di Proyek Ibu Kota Baru
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, alokasi PEN tahun ini sebesar Rp 455,62 triliun, naik dari rencana awal Rp 414 triliun. Alokasi PEN 2022 akan dirampingkan hanya untuk tiga pos belanja, yakni kesehatan Rp 122,5 triliun, belanja perlindungan sosial Rp 154,8 triliun dan penguatan pemulihan ekonomi Rp 178,3 triliun.
"Untuk IKN ini termasuk yang bisa dimasukkan dalam klaster yang ketiga ini, kalau KL terkaitnya siap, misal kalau Kementerian PUPR akan mulai membuat jalannya. Kalau mereka bisa eksekusi di 2022 ini, maka dia bisa kita anggarkan dari Rp 178 triliun ini," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (19/1).
Meski demikian, Sri Mulyani tidak merincikan berapa besaran dari alokasi dana penguatan pemulihan ekonomi tersebut yang akan mengalir untuk proyek IKN. Dia memasukkan belanja pembangunan IKN dengan pertimbangan banyak belanja program PEN dua tahun terakhir yang belum terserap maksimal sehingga belanja PEN tahun ini akan diperketat dan dialokasikan untuk program yang prioritas dan betul-betul bisa dijalankan.
Rencana ini kemudian mendapat kritikan dari anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Hasan. Dia mempertanyakan landasan hukum dari penggunaan anggaran PEN untuk pembangunan ibukota baru. Ia mengutip UU Nomor 2 tahun 2020 pasal 11 yang menyatakan bahwa PEN dipakai untuk melindungi sektor usaha. Sementara pembangunan IKN belum jelas akan memberi dukungan dunia usaha yang terdampak pandemi.
Menanggapi kritikan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya tidak masalah jika landasan hukum tersebut kemudian akan membatasi kemampuan pemerintah memakai anggaran PEN untuk IKN. Jika skema tersebut tidak bisa dilakukan, pemerintah dapat menggunakan anggaran K/L terkait yang tidak berkaitan dengan dana penangan Covid-19.
" Kementerian PUPR tentu dia bisa menggunakan pos yang ada, alokasinya anggarannya sekitar Rp 110 triliun. Kami bisa merealokasi anggaran di situ," kata Sri Mulyani.