Sri Mulyani Kesal Dana Pemda Rp 157 T Masih Mengendap di Bank
Kementerian Keuangan mencatat, simpanan pemerintah daerah (Pemda) di perbankan pada bulan lalu mencapai Rp 157,97 triliun, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya maupun Januari 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengeluhkan besarnya dana yang tersimpan di bank saat seharusnya digunakan untuk kebutuhan pemulihan ekonomi daerah.
Simpanan dana Pemda di bank pada Januari 2022 meningkat 39,33% atau Rp 44,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya. Sementara itu, dibandingkan Januari 2021, kenaikannya 18,32% atau Rp 24,46 triliun. Simpanan bulan lalu juga merupakan posisi tertinggi dibandingkan periode Januari tiga tahun sebelumnya.
"Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, daerah masih memegang saldo dana Pemda di perbankan, bahkan pada Januari 2022 dana Pemda di bank justru naik dibandingkan tahun lalu," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Februari, Selasa (22/2).
Bendahara negara itu mengatakan, Pemda masih sering menimbun dananya di perbankan dengan tujuan berjaga-jaga untuk memenuhi belanja operasional daerah.
Ia mengatakan, sebagian besar daerah memang memiliki simpanan di bank yang lebih rendah dibandingkan kebutuhan belanja operasionalnya selama tiga bulan ke depan. Selisih tertinggi dicatatkan Jawa Timur yang mencapai Rp 12,59 triliun.
"Namun ada beberapa daerah yang saldonya jauh lebih tinggi dibandingkan dana operasional yang dibutuhkan, dan ini berarti mereka memiliki dana yang terlalu besar yang seharusnya bisa dipakai untuk memulihkan ekonomi di daerah," kata Sri Mulyani.
Terdapat dua daerah yang simpanannya di bank melebihi kebutuhan belanja operasional nya. Keduanya adalah Aceh sebesar Rp 297,03 miliar dan Kalimantan Timur Rp 188,38 miliar.
Sri Mulyani juga menyoroti belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sepanjang bulan lalu yang juga melemah. Realisasi belanja daerah sebesar Rp 18,66 triliun, turun 4,8% dibandingkan Januari 2021.
Berdasarkan fungsinya, hanya belanja untuk ekonomi yang berhasil tumbuh yakni 27,7% menjadi Rp 990 miliar. Sementara belanja untuk pendidikan menyusut 9,4% menjadi Rp 7,21 triliun. Belanja kesehatan juga turun 19,5% menjadi Rp 2,77 triliun. Belanja untuk perlindungan sosial anjlok 61,4% menjadi Rp 180 miliar.
"Ini tentu perlu kita lihat karena belanja di daerah juga punya peran penting untuk mendorong pemulihan ekonomi di masing-masing daerah," kata Sri Mulyani.
Ia menyayangkan belanja di daerah yang justru turun padahal dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mencatat kenaikan. Realisasi TKDD sampai akhir bulan lalu mencapai Rp 54,92 triliun, atau kenaikan 6,8% dari periode yang sama tahun lalu.
Realisasi transfer melalui Dana Bagi Hasil (DBH) naik 18% menjadi RP 4,16 triliun. Kenaikan juga pada penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 7,7% menjadi Rp 50,43 triliun.
"Kenaikan DBH karena pada tahun 2022 alokasinya lebih tinggi sehingga bisa membagikannya lebih awal, sedangkan kenaikan DAU karena daera telah memenuhi syarat penyaluran secara lebih baik," kata Sri Mulyani.
Meski demikian, Sri Mulyani mencatat transfer untuk dana desa menyusut 100% menjadi Rp 340 miliar. Penyebabnya karena belum semua daerah mengajukan permohonan salur dana desa.