Kisah Sri Mulyani dan Retno Marsudi Tangani Dilema Perempuan Berkarier

Abdul Azis Said
7 Maret 2022, 18:54
sri mulyani, retno marsudi, perempuan
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai perempuan harus mendapatkan kompensasi berupa afirmasi.

Level peran yang berbeda antara perempuan dan laki-laki menjadi tantangan berat bagi perempuan untuk bisa meniti karirnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sekalipun sistem kerja sudah didesain seideal mungkin, sulit mengabaikan bahwa perempuan selalu berada dalam posisi dilema antara memilih karier atau menjalankan peranya sebagai perempuan.

"Kalaupun sistem merit ini dibangun untuk memberikan kesempatan yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Perempuan tetap berbeda dengan laki-laki. Perempuan bisa hamil, memiliki anak, harus menyusui, sehingga sering dihadapkan pada dilema mau sekolah atau kawin. Pertanyaan seperti itu tidak dihadapi oleh laki-laki," kata Sri Mulyani dalam webinar Women in Leadership yang diselenggarakan Bank Dunia bekerja sama dengan Katadata.co.id, Senin (7/3)

Kondisi ini yang disebut Sri Mulyani sebagai perbedaan pada level 'playing field'  antara perempuan dan laki-laki. Peran yang dimiliki perempuan menjadi lebih berat karena harus dihadapkan pada pilihan=pilihan yang tidak mudah. Perempuan harus menghadapi tantangan untuk dapat menyeimbangkan antara kehidupan keluarga dengan kariernya. Dengan tantangan tersebut, waktu yang dibutuhkan perempuan untuk melakukan pekerjaannya lebih banyak dibandingkan laki-laki.

"Itu artinya waktu tidurnya lebih sedikit dan butuh lebih banyak waktu untuk melakukan pekerjaan-pekerjan yang mungkin tidak harus dilakukan laki-laki," kata dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu kemudian memberikan contoh bagaimana ia membangun sistem merit untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki berkarier di Kementerian Keuangan. Selama empat tahun terakhir, sistem penjaringan karyawan baru di Kementerian Keuangan memperhatikan komposisi yang seimbangan yakni 50% perempuan dan 50% laki-laki. 

Meski sudah berupaya membangun sistem yang ideal dari sejak proses rekrutmen, menurut Sri Mulyani,  perempuan tetap dihadapkan pada level 'playing field' yang berbeda dengan laki-laki. Saat membangun kariernya, perempuan akan dihadapkan pada 'trade-off' seperti dilema memilih melanjutkan pendidikan atau menikah. Dengan demikian, tidak heran jika laki-laki memiliki kesempatan lebih leluasa mengembangkan dirinya, baik dari sisi kepemimpinan dan pengetahuannya.

Di kantornya, Sri Mulyani menyebut jumlah perempuan yang menjabat posisi Eselon I hanya sekitar 16-17%. "Itupun sudah saya masukkan apa yang disebut staf khusus yang disetarakan dengan Eselon I. Kalau murni eselon I yang berasal dari karier, saya hanya punya dua. Itu menggambarkan bahwa sistem merit sebenarnya adil tapi perempuan dibebani dengan berbagai hal yang tidak sama," ujarnya.

Karena itu, menurutnya, perempuan harus mendapatkan kompensasi berupa afirmasi. "Karena kalau hanya bertarung seperti biasa, seolah-olah dua jenis kelamin ini sama ya akhirnya perempuan menjadi diperlakukan tidak adil secara tidak sengaja ataupun sengaja." kata Sri Mulyani.

Senada dengan Sri Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi juga membeberkan cerita soal pengalamannya meniti karier di bidang yang identik dengan 'dunia laki-laki'. Ia mengaku tidak pernah bermimpi menjadi Menteri Luar Negeri yang umumnya dijabat oleh laki-laki, tetapi dengan lingkungan yang mendukung, ia bisa mencapai titik saat ini.

"Kalau ditanya susah nggak dulu? iya, dulu mikir bagaimana kalau penempatan, punya bayi dua, harus ke kantor nyetir sendiri, mengantarkan anak ke sekolah kemudian jemput lagi, pokoknya repot. Tetapi seperti yang dikatakan bu Sri mulyani, itulah luxurynya menjadi perempuan," kata dia.

Seperti juga Sri Mulyani, ia sepakat bahwa perempuan perlu diberikan afirmasi mengingat mereka menghadapi peran yang berbeda. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan dua langkah penting. Pertama, kebijakan yang dibuat di tempat kerja harus memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Kedua, pentingnya lingkungan yang mendukung, mulai dari keluarga hingga masyarakat terhadap pemberdayaan terhadap perempuan.



Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...