Impor Konsumsi Turun Meski Ada Ramadan dan Lebaran
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor barang konsumsi pada April 2022 turun 6,4% dibandingkan bulan sebelumnya meski terdapat momentum bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Penurunan impor kemungkinan terjadi karena konsumen tampaknya masih berhati-hati melakukan konsumsi, terutama untuk pembelian barang tahan lama alias durable goods.
BPS mencatat impor barang konsumsi menyusut US$ 116,2 juta dibandingkan bulan sebelumnya atau 6,4% menjadi US$ 1,7 miliar. Namun, impor barang konsumsi masih tumbuh 4,21% secara tahunan.
"Penurunan secara bulanan kalau dilihat berasal dari produk farmasi, diikuti gula dan kembang gula," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers daring, Selasa (17/5).
Impor vaksin untuk pengobatan manusia selain vaksin tetanus, toksoid, pertussis, campak, meningitis atau polio turun 63% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara impor gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni secara kimiawi dalam bentuk padat anjlok 100%. Dengan kata lain tak ada impor gula pada bulan lalu setelah bulan sebelumnya melakukan impor senilai US$ 48,6 juta.
Impor bahan bakar diesel otomotif turun 62% menjadi US$ 20,6 juta. Impor daging sapi beku turun 38% menjadi US$ 40,1 juta. Impor cengkeh dan kurma juga turun masing-masing 51% dan 77%. Impor barang elektronik turun, seperti mesin pending (AC) turun 29%, serta impor LCD dan LED turun 43%.
Meski begitu, Margo juga menyebut terdapat barang konsumsi yang meningkat yakni sayuran, bertambah US$ 63,6 juta atau peningkatan 111,78% dibandingkan bulan sebelumnya. "Kalau dilihat negara asalnya itu dari Cina, Myanmar dan Mesir," ujarnya.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan, dampak Ramadan dan Lebaran terlihat pada kenaikan impor sayur. Namun secara keseluruhan, impor konsumsi turun dibandingkan bulan sebelumnya. Ia menduga penurunan terjadi karena konsumen tampaknya masih belum yakin untuk membeli barang-barang tahan lama seperti kendaraan, elektronik, mesin-mesin dan lainnya
"Biasanya pada saat Lebaran dan Ramadan impor konsumsi jenis tersebut (durable goods) naik, tapi kita lihat justru turun. Jadi memang ekspektasi konsumen sepertinya masih berhati-hati ke depannya," ujarnya kepada Katadata.co.id
BPS mencatat penurunan bukan hanya dari sisi impor barang konsumsi, tapi juga untuk bahan baku atau penolong serta impor barang modal. Impor bahan baku penolong bahkan turun lebih besar yakni 8,68% sementara impor barang modal anjlok 19,34%. Penurunan pada impor bahan baku karena berkurangnya impor besi dan baja serta bijih logam, terak dan abu. Sementara penurunan pada impor barang modal terutama untuk impor mesin atau peralatan mekanis serta impor kapal perahu dan struktur terapung.