Tiongkok Beberkan Sejumlah Rencana untuk Menekan Dominasi Dolar AS
Pemerintah Tiongkok membeberkan sejumlah rencana untuk mengembangkan pusat perdagangan dan mekanisme penetapan harga yang berpusat pada Tiongkok. Salah satu caranya adalah, bermitra dengan sejumlah bank sentral di beberapa negara untuk menginternasionalkan penggunaan yuan.
Program internasionalisasi penggunaan yuan sendiri, merupakan salah satu bagian dalam rencana lima tahun ke-14 Partai Komunis Tiongkok hingga 2021-2025.
Selama beberapa tahun, Tiongkok tengah berusaha menginternasionalkan yuan, serta mengurangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional, baik sebagai pertukaran maupun sebagai mata uang cadangan.
Mengutip theepochtimes.com, Jumat (5/8), bank sentral Tiongkok, yakni People's Bank of China (PBC), mengumumkan rencana bermitra dengan Bank of International Settlement (BIS) dan lima bank sentral dunia pada 25 Juni lalu.
Kerja sama antar bank sentral dan BIS ini, akan membentuk kumpulan (pool) likuiditas yuan, yang bertujuan untuk menstabilkan ekonomi selama periode volatilitas pasar.
Selain PBC dan BIS, anggota kumpulan baru ini antara lain Bank Indonesia (BI), Bank Sentral Malaysia, Otoritas Moneter Hong Kong, Otoritas Moneter Singapura, dan Bank Sentral Chili.
Enam bank sentral ini, rencananya masing-masing akan menyumbangkan US$ 2,2 miliar atau yuan ke dalam satu wadah yang dinamakan Pengaturan Likuiditas Renminbi atau Renminbi Liquidity Arrangement (RMBLA). Sementara, BIS akan mengeluarkan dana kepada anggota kumpulan ini, pada saat dibutuhkan, melalui jendela likuiditas yang dijaminkan.
Selama beberapa dekade, BIS telah bekerja sama dengan bank sentral negara-negara penerbit mata uang cadangan untuk menerapkan paket dukungan likuiditas, yang diberikan kepada negara lain selama masa tekanan pasar dan ketidakstabilan.
RMBLA merupakan pengaturan pertama yang dibuat menggunakan yuan, dan merupakan langkah menuju pencapaian tujuan Tiongkok yang ditetapkan dalam rencana lima tahun ke-14. Rencana ini menyerukan kembalinya globalisasi, dan internasionalisasi mata uang secara bertahap.
Rencana tersebut juga mengacu pada "senjata keuangan dalam beberapa tahun terakhir", yang merupakan referensi terselubung terhadap sanksi ekonomi AS terhadap Rusia sebagai tanggapan atas invasi Ukraina.
Di antara sanksi tersebut adalah larangan yang memblokir tujuh bank Rusia menggunakan Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Sebagai langkah melindungi diri dari sistem keuangan yang didominasi AS, China kemudian menciptakan sistem yang mirip dengan SWIFT pada 2015, yang disebut Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Batas atau Cross-Border Interbank Payment System.
Pada tahun yang sama, China berhasil menambahkan yuan sebagai ke mata uang yang memiliki hak penarikan khusus Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
Pada 2020, sanksi AS terhadap pejabat Tiongkok atas pembubaran kebebasan Hong Kong mempercepat upaya Beijing menghindari sistem keuangan global yang dipimpin AS.
Untuk tujuan ini, Tiongkok telah melakukan negosiasi dengan Arab Saudi untuk menyelesaikan perdagangan minyak dalam yuan, dan menyelesaikan perdagangan dengan Rusia dalam rubel atau yuan.
Kemudian, ada pula diskusi melalui Belt and Road Initiative for African Countries, untuk meningkatkan cadangan yuan negara-negara Afrika dan untuk menyelesaikan perdagangan negara-negara Afrika dengan Tiongok dalam mata uang yuan.
Bulan ini, alokasi yuan dalam mata uang dengan hak penarikan khusus IMF akan ditingkatkan menjadi 12,28%. Ini dipandang sebagai sebuah sinyal, bahwa status yuan menjadi internasional. Meski demikian, saat ini yuan hanya menyumbang 2,14% dari pembayaran global.
Ekonom Antonio Graceffo menyebutkan, langkah awal Tiongkok menginternasionalisasi yuan lewat RMBLA berpotensi berhasil. Sebab, lima negara yang digandeng, masing-masing merupakan mitra dagang utama Tiongkok.
"Karena Tiongok adalah mitra dagang utama dari lima anggota RMBLA (Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Chili) mungkin bijaksana bagi negara-negara ini untuk menyimpan lebih banyak yuan sebagai cadangan, dan untuk menyelesaikan perdagangan dengan Tiongkok dalam yuan," kata Graceffo.
Sejauh ini, internasionalisasi yuan telah diperlambat oleh kontrol ketat Partai Komunis Tiongkok terhadap arus modal, manipulasi mata uang, dan kurangnya transparansi.\
Namun, kerjasama baru dengan BIS dan lima bank sentral, diyakini akan menjadin satu langkah untuk mencapai tujuan globalisasi yuan. Di sisi lain, PKC tengah agresif bergerak menuju tujuan kemandirian finansial, dan sistem keuangan dunia yang didukung yuan.