OECD Turunkan Proyeksi Ekonomi RI Tahun Depan Jadi 4,7%
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5,3%. Adapun, prospek ekonomi Indonesia pada 2023 turun menjadi 4,7% di tengah perlambatan ekonomi global.
OECD melihat prospek ekonomi domestik Indonesia tahun ini lebih baik dibandingkan tahun depan. Prospek pertumbuhan akhir tahun itu mengerek 0,3 poin dari perkiran pada September lalu.
Sebaliknya, prospek pertumbuhan tahun depan dipangkas 0,1 poin dari perkiraan September menjadi 4,7%. Perekonomian diramal berbalik menguat pada 2024 menjadi kisaran 5% ditopang permintaan domestik.
"Permintaan eksternal untuk komoditas dan konsumsi yang terpendam akan mendukung pertumbuhan. Pada 2023, meskipun ketidakpastian global meningkat, permintaan komoditas ekspor diproyeksikan tetap tinggi," dikutip dari laporan OECD Economic Outlook edisi November, Rabu (23/11).
OECD melihat permintaan domestik tahun depan akan tetap kuat meskipun potensi inflasi naik efek dari kenaikan suku bunga dan pemangkasan subsidi BBM. Permintaan menaik karena pent-up demand dari konsumsi masyarakat serta investasi berupa belanja modal yang bakal tetap meningkat secara gradual.
Pariwisata kemungkinan menjadi harapan baru ekonomi Indonesia. OECD melihat pemulihan sektor pariwisata sedang berlangsung didorong perluasan prosedur visa-on-arrival. Meski demikian memang pemulihan pariwisata saat ini belum berhasil membawa jumlah wisman pulih ke level sebelum pandemi.
Permintaan eksternal untuk komoditas dan konsumsi yang terpendam akan mendukung pertumbuhan. Pada 2023, meskipun ketidakpastian global meningkat, permintaan komoditas ekspor diproyeksikan tetap tinggi.
Namun, OECD juga memberikan catatan beberapa risiko yang menghantui perekonomian Indonesia tahun depan. Permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi swasta masih tertahan oleh inflasi yang tinggi.
Inflasi tahun ini diperkirakan mencapai 4,2% dan sedikit turun menjadi 4,1% tetapi masih tetap di atas target bank sentral. OECD menyebut pengendalian inflasi kemungkinan akan lebih lambat dari yang diperkirakan.
Selain inflasi, perekonomian domestik tahun depan juga masih dibayangi persoalan global terkait energi, pupuk dan pangan. Gejolak sosial menjelang Pilpres 2024 juga menjadi risiko ekonomi Indonesia. "Gejolak politik serta kerusuhan sosial menjelang pemilihan presiden dapat mendistorsi persepsi investor internasional terkait kekuatan perekonomian Indonesia," kata OECD.
OECD menyarankan agar kebijakan fiskal dan moneter tetap diperketat, tapi dukungan untuk rumah tangga rentan harus dipertahankan. Pemerintah juga perlu mendukung peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan SDM, menghilangkan hambatan kegiatan usaha dan restrukturisasi BUMN.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat tahun depan sejalan dengan prospek global yang juga diperkirakan melambat. Ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,1% pada tahun ini dan akan melambat menjadi 2,2% pada tahun depan.
"Kebijakan moneter yang lebih ketat dan suku bunga riil yang lebih tinggi, harga energi yang terus-menerus tinggi, pertumbuhan pendapatan rumah tangga riil yang lemah, dan kepercayaan konsumen yang menurun semuanya diperkirakan akan melemahkan pertumbuhan," kata OECD.
Ekonomi AS akan melambat signifikan tahun depan, dari pertumbuhan 1,8% pada tahun ini menjadi hanya 0,5% pada tahun depan. Di samping Rusia, Jerman dan Inggris menjadi dua negara utama dunia yang akan mencatat pertumbuhan negatif tahun depan.