Juara Asia, Rupiah Menguat Nyaris 1% Pagi Ini Pasca-Pidato Menkeu AS
Nilai tukar rupiah menguat tajam ke arah Rp 15.167 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan pasar spot pagi ini (24/3). Namun ketidakpastian regulator AS soal kebijakan penjaminan simpanan nasabah bisa menjadi sentimen negatif.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berbalik melemah dari posisi pembukaan ke arah Rp 15.194 pada Pukul 09.30 WIB, atau menguat 0,98% dari posisi penutupan sehari sebelumnya.
Yen Jepang juga menguat 0,29% dan rupee India 0,49%. Mayoritas mata uang Asia melemah, terutama won Korea Selatan yang anjlok 1%.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah melemah ke rentang Rp 15.250 - Rp 15.400 per dolar AS hari ini. Ini sejalan dengan sentimen risk off alias investor keluar dari aset berisiko di tengah masih tingginya ketidakpastian seputar krisis perbankan AS.
Pasar mencermati ketidakpastian dari regulator AS soal kebijakan penjaminan deposito nasabah. Sebab, dalam keterangan terbarunya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengaku siap mengambil tindakan lebih lanjut untuk menjamin dana nasabah jika ada bank lainnya di AS yang gagal dan menimbulkan risiko sistemik.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank kolaps.
Pernyataan Janet Yellen itu bertentangan dengan komentar dia sebelumnya yang mengatakan tidak sedang mempertimbangkan untuk memperluas batasan simpanan yang memperoleh penjaminan dari saat ini hanya untuk deposito di bawah US$ 250 ribu.
"Hal ini membuat investor menilai pemerintah AS tidak konsisten dalam menangani krisis perbankan," kata Lukman dalam catatannya pagi ini, Jumat (24/3).
Sebaliknya, analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah berpeluang menguat setelah bank sentral AS The Fed menaikkan suku bunga sesuai ekspektasi pasar dan tidak agresif seperti sebelumnya.
Menurutnya, rupiah kemungkinan menguat ke arah Rp 15.300, dengan potensi resisten di kisaran Rp 15.380 per dolar AS.
The Fed menempuh kebijakan pengetatan moneter yang tidak terlalu agresif dengan kenaikan 25 basis point (bps) pada pertemuan Kamis dini hari kemarin (23/3). Keputusan ini sesuai ekspektasi pasar.
Ariston menilai, kebijakan itu mempertimbangkan krisis perbankan di AS yang sedang berlangsung. Namun, menurut Ariston krisis perbankan ini juga bisa memicu kehati-hatian pelaku pasar untuk masuk ke aset berisiko.
Dengan begitu, akan mendorong pelemahan aset berisiko, termasuk rupiah.
"Pasar masih mencermati perkembangan krisis ini, apakah pemerintah yang bersangkutan bisa mengatasinya atau krisis malah menyebar ke berbagai negara," kata Ariston dalam catatannya.