Rupiah Tembus Rekor Terkuat dalam Hampir 8 Bulan, Ini Kata BI
Nilai tukar rupiah ditutup ke level Rp 14.746 per dolar AS di pasar spot hari ini. Penguatan signifikan hari ini berhasil membawa kurs garuda menyentuh rekor terkuatnya selama hampir delapan bulan terakhir atau sejak pertengahan Agustus tahun lalu.
Rupiah memasuki tren penguatan sejak pekan ketiga bulan lalu, terutama setelah kabar kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB). Saat itu, kekhawatiran krisis perbankan yang meluas telah mendorong ekspektasi bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve tak akan agresif lagi mengerek suku bunga.
Sejak saat itu, rupiah berada pada tren penguatan hingga hari ini menyentuh level Rp 14.746/US$ berdasarkan data Bloomberg. Level penutupan hari ini merupakan rekor terkuat sejak 16 Agustus 2022 yang berada di posisi Rp 14.768/US$.
Rupiah menguat nyaris 1% hanya pada perdagangan hari ini saja. Kinerja ini berkat rilis data inflasi AS semalam dan notulen rapat The Fed yang mendukung ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS sudah mendekati titik puncak atau terminal rate-nya.
Inflasi konsumen AS periode Maret sebesar 0,1% secara bulanan dan 5% secara tahunan, lebih rendah 0,1% daripada perkiraan pasar. Inflasi turun daripada bulan sebelumnya yang masih 6%. Sementara itu, inflasi inti yang tidak menghitung kenaikan harga pangan dan energi, tercatat 0,4% secara bulanan atau 5,6% secara tahunan sesuai ekspektasi pasar.
"Penguatan mata uang nondolar AS ini banyak di dorong rilis data inflasi konsumen AS yang melambat dan di bawah ekspektasi pasar, sehingga pelaku pasar semakin menguatkan pandangannya bahwa The Fed akan semakin less-hawkish bahkan dimungkin dovish di semester kedua tahun ini," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bi Edi Susianto, Kamis (13/4).
Analis yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebut, rilis notulen rapat The Fed semalam yang meramalkan resesi ringan di akhir tahun juga mendorong ekspektasi pasar bahwa The Fed bisa saja memangkas suku bunga tahun ini. Perkiraan itu lebih awal dari pernyataan pejabat The Fed sebelumnya yang menyebut pemangkasan kemungkinan baru dilakukan tahun depan.
Setelah menikmati berkah sebulan terakhir, Edi menilai peluang penguatan rupiah ke depannya masih terbuka. Meski demikian, pergerakan ke depan masih sangat bersifat data dependent alias dipengaruhi rilis data ekonomi AS untuk menebak sinyal suku bunga The Fed ke depan.
Ia tak menyebut berapa level rata-rata rupiah pada akhir tahun nanti dari prediksi Bank Indonesia. "Kita lebih mengedepankan mekanisme pasar, tidak menargetkan level tetapi lebih kepada menjaga volatilitasnya jangan sampai terlalu ekstrem," ujarnya.