Ekonom Prediksi Surplus Neraca Perdagangan RI Turun pada September
Surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2023 diperkirakan turun dibandingkan Agustus. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan kinerja ekspor akibat menyusutnya harga komoditas utama dan potensi risiko perlambatan ekonomi global.
Badan Pusat Statistik atau BPS akan melaporkan data neraca perdagangan pada siang hari ini, Senin (16/10) pukul 11.00 WIB.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual memprediksi surplus neraca dagang akan turun menjadi US$ 2,11 miliar pada bulan September 2023. Adapun ekspor akan turun 16,79% secara tahunan dan 6,30% secara bulanan. Impor akan melemah 6,61% dan turun 2,02% secara bulanan.
David menilai kinerja ekspor impor September akan dipengaruhi sebagian besar harga komoditas secara yang secara tahunan meningkat. Terutama pada sebagian besar komoditas impor kecuali gandum, dan komoditas ekspor seperti crude palm oil (CPO) dan beberapa logam.
“Dari big data, intrabiz atau kegiatan bisnis eksportir maupun importir menunjukkan perlambatan serta hari kerja lebih sedikit,” kata David kepada Katadata.co.id, Senin (16/6).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, meskipun diproyeksikan akan menyusut. Surplus yang diharapkan diperkirakan sekitar US$ 2,15 miliar, turun dari US$ 3,13 miliar pada Agustus 2023.
Penurunan surplus perdagangan bulan September 2023 tersebut dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang melemah akibat penurunan harga komoditas utama dan potensi risiko perlambatan ekonomi global.
“Kinerja impor juga diperkirakan akan menurun, tetapi tidak signifikan ekspor, terutama karena harga minyak dunia yang lebih tinggi dan permintaan domestik yang relatif kuat,” kata Joshua.
Ekspor Indonesia pada bulan September 2023 akan mengalami kontraksi sebesar -13,46%yoy secara tahunan dibandingkan kontraksi sebesar -21,21%yoy pada bulan Agustus 2023. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kontraksi ekspor tersebut antara lain pelemahan ekonomi Cina dan berlanjutnya penurunan harga komoditas.
Aktivitas impor Indonesia diperkirakan akan mengalami kontraksi pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan ekspor, dengan penurunan -2,59%yoy dari -14,77%yoy pada Agustus 2023.
“Kami memperkirakan transaksi berjalan pada tahun 2023 akan mencatat defisit kecil sebesar -0,28% dari PDB dari surplus 0,96% dari PDB pada tahun 2022,” ujar Joshua.
Pendorong utamanya adalah harga minyak yang lebih tinggi akibat pemangkasan produksi minyak OPEC+ dan konflik Israel-Hamas, serta peningkatan permintaan minyak selama tiga bulan menjelang liburan Natal dan Tahun Baru.
Penurunan kinerja ekspor, yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global, diproyeksikan akan diimbangi oleh kinerja impor yang relatif lebih kuat, sebagai konsekuensi dari ketahanan yang ditunjukkan oleh ekonomi domestik dan kenaikan harga minyak.