Cak Imin dan Gibran Janjikan Dana Desa Naik, Ini Kata Ekonom
Pembahasan anggaran dana desa menjadi sorotan dalam debat Cawapres pada Minggu (21/1) malam. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka bahkan berjanji untuk meningkatkan dana desa jika terpilih dalam Pilpres nanti.
Gibran mengklaim bahwa dana desa sudah terbukti berhasil menurunkan jumlah desa tertinggal di Indonesia. Selain itu, anggaran yang dialokasikan dan dikucurkan langsung ke desa berhasil meningkatkan jumlah desa berkembang dan mandiri.
"Oleh karena itu, anggaran desa akan ditingkatkan sesuai kekuatan fiskal di dalam negeri," kata Gibran.
Tak berbeda, Muhaimin juga berjanji untuk menaikkan dana desa minimal Rp 5 miliar per desa guna mempercepat pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia (SDM) di tingkat desa.
"Yang lebih penting, desa harus diberi insentif supaya lebih maju. Keinginan saya, menambahkan dana desa minimal Rp 5 miliar agar lebih maju lagi," ujar lelaki yang disapa Cak Imin ini.
Alokasi dana desa yang dijanjikan Cak Imin cukup besar. Berdasarkan data sistem informasi Kementerian Desa, dana yang disalurkan kepada 75.625 desa sebesar Rp 68,6 triliun pada 2023. Artinya, per desa mendapatkan dana sebesar Rp 912 juta.
Perlu Penyesuaian dengan Inflasi
Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai, peningkatan dana desa memang perlu dilakukan meski nominalnya yang masih diperdebatkan. Namun peningkatan ini perlu penyesuaian terhadap tingkat inflasi tiap tahun.
“Peningkatan ini perlu, tapi ada inflasi, sehingga perlu penyesuaian tiap tahun. Namun patut diperhatikan pula fokus dari penggunaan dana desa tersebut,” ujar Nailul kepada Katadata.co.id, Senin (22/1).
Sebelumnya, pembangunan desa berfokus pada pembangunan fisik. Seperti jalan dan infrastruktur dan lainnya. Kemudian dengan penambahan dana desa ini, pertumbuhan berfokus ke ekonomi dan pangan seperti lumbung padi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan lainnya.
“Jika ditingkatkan, perlu program dan target baru yang lebih tinggi tentu saja. Harapannya desa bisa tumbuh menjadi desa mandiri dan menurunkan tingkat kemiskinan di perdesaan,” ujarnya.
Anggaran Harus Bisa Dipertanggungjawabkan
Menurutnya, dengan penambahan tersebut, maka pengelolaanya harus bisa lebih akuntabel dan dipertanggungjawabkan. Jika perlu, ada audit Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan laporan pertanggungjawaban yang valid.
“Ini uang Rp 1 miliar saja banyak yang digunakan untuk hal yang tidak semestinya. Jadi kalau tambah, ya harus ditingkatkan kualitas pengawasannya juga,” ujarnya.
Dia bilang, penambahan dana tersebut juga bisa digunakan untuk mengoptimalkan BUMDes. Terutama untuk menambah kas desa.
“Baru segelintir BUMDes yang jalan. Sebagian besar pemerintah desa hanya sibuk menikmati uang dana desa saja, tanpa memikirkan program apa buat masyarakat,” ujarnya.
Angka Kemiskinan Menurun
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Manilet menilai, dalam kurang lebih 8 tahun perjalanan dana desa, pada indikator sosial ekonomi menunjukkan perbaikan semenjak dana desa mulai diperkenalkan oleh pemerintah.
“Kalau kita bicara secara spesifik, angka kemiskinan di desa juga relatif mengalami penurunan semenjak program dana desa digulirkan oleh pemerintah. Kalau kita bandingkan dengan tingkat kemiskinan di kota dengan tingkat kemiskinan di desa relatif masih tinggi,” ujar Yusuf.
Namun penambahan dana ini tentu akan menuai pro dan kontra. Di satu sisi, penambahan dana ini bisa berkontribusi positif terhadap kesejahteraan desa, seperti mengurang angka kemiskinan dan pengangguran di desa.
“Pengalokasian dana desa itu menjadi salah satu kontributor dalam tercapainya beberapa indikator pembangunan desa, terutama dalam beberapa tahun terakhir setelah dana desa itu diluncurkan,” ujarnya.
Namun di sisi lain, beberapa desa belum sepenuhnya mampu mengelola dengan lebih optimal untuk menjadi penggerak ekonomi desa. Hal ini terlihat dari angka kemiskinan di desa yang relatif masih tinggi daripada kota. Padahal, angka pengangguran di desa sendiri relatif rendah.
“Sehingga perbaikan dalam kualitas aparatur desa, kemudian perbaikan tata kelola dari institusi atau lembaga di desa menjadi hal yang perlu diperbaiki dalam konteks peningkatan dana desa ke depan,” ujarnya.
Sebagai informasi, data Indeks Desa Membangun (IDM) dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menunjukkan ada 4.382 desa "sangat tertinggal" pada 2023.
Selain itu, masih ada 6.803 desa lain yang berstatus "tertinggal". Sampai akhir tahun lalu juga baru ada 11.456 desa yang berstatus "mandiri".