Sosialisasi Pajak Hiburan Minim, Hotman Paris Duga Keterlibatan Oknum
Pengusaha Kelab Malam Hotman Paris menduga ada oknum dalam pemerintahan yang bermain dalam penerbitan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022. Hotman mengklaim Presiden Joko Widodo tidak mengetahui detail beleid tersebut, khususnya terkait kenaikan pajak hiburan.
Ia mengaku mendapatkan informasi bahwa Presiden Joko Widodo marah terkait implementasi beleid tersebut yang merugikan pengusaha hiburan. Menurutnya, Kepala Negara langsung menggelar kabinet setelah mengetahui informasi tersebut pada akhir pekan lalu, Jumat (19/1).
"Saya mohon ke Pak Jokowi untuk memeriksa dan mengganti pejabat yang menyetujui UU No. 1 Tahun 2022 tanpa melakukan sosialisasi," kata Hotman di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (26/1).
Hotman tidak mengkonfirmasi apakah pejabat yang dimaksud berasal dari Kementerian Keuangan atau tidak. Walau demikian, Hotman mengaku saat ini haluan pegawai negara telah sedikit berbeda dengan visi Kepala Negara.
Ia menilai langkah tersebut penting dilakukan lantaran UU No. 1 Tahun 2022 membahayakan perekonomian 20 juta tenaga kerja di industri hiburan. Angka tersebut menjadi tinggi lantaran dampak kenaikan pajak hiburan tersebut akan merembet ke ekosistem pariwisata nasional.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana sebelumnya menyatakan, implementasi Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 justru akan menekan pajak hiburan secara umum. Namun, pemerintah mengakui beleid tersebut akan meningkatkan pajak hiburan tertentu, yakni bar, kelab malam, diskotik, karaoke, dan spa.
Lydia menjelaskan, lima jenis usaha tersebut dikelompokkan menjadi hiburan tertentu. Menurutnya, hanya pajak hiburan tertentu yang dinaikkan pada UU No. 1 Tahun 2022, sedangkan pajak untuk 11 jenis hiburan dan kesenian lainnya dikurangi menjadi maksimal 10%.
"Undang-undang ini produk hukum yang dibahas bersama pemerintah dan legislator. Artinya, aturan itu masukan dari berbagai pihak, yang salah satu dari narasumbernya mengusulkan alasan dengan bahasa sosial-religi," kata Lydia dalam konferensi pers di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Senin (22/1).
Selain itu, Lydia menyampaikan alasan kenaikan pajak hiburan tertentu adalah pengendalian terhadap konsumsi lima jenis usaha tersebut. Ini karena kelima konsumen kelima jasa hiburan tersebut hanya untuk kelompok masyarakat tertentu.
Ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud masyarakat tertentu tersebut. Namun, ia menekankan kenaikan pajak hiburan tertentu tersebut tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan negara.
Lydia menegaskan pemerintah daerah harus mulai menarik pajak dengan aturan yang baru. Pada saat yang sama, pemerintah daerah memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengurangan, pengecualian, maupun penghapusan pajak hiburan tertentu di daerahnya.
Para pengusaha jasa hiburan bisa mengajukan insentif fiskal atau keringanan pajak dari masing-masing kepala daerah. Ini termasuk berlaku untuk para pengusaha hiburan yang terbebani oleh pajak hiburan sebesar 40%-75% seperti penyanyi dangdut Inul Daratista.
Menurut dia, Kepala Daerah atau Wakil Daerah dapat berkomunikasi dengan para pelaku usaha terkait pemberian insentif fiskal tersebut.
"Hal ini dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi khususnya para pelaku usaha yang baru tumbuh berkembang pasca pandemi Covid-19 dan untuk mengendalikan inflasi," tulis Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada 19 Januari 2024.