Pengusaha Spa Waswas Pajak Hiburan 40% Bisa Bikin Bisnis Bangkrut
Pengusaha spa waswas terhadap penerapan pajak hiburan sebesar 40%-75% bisa membuat bisnis mereka bangkrut. Hal ini mendorong perusahaan spa mengajukan permohonan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta peninjauan kembali atas Undang-undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam aturan tersebut, bisnis spa dikenakan pajak 40% hingga 75%.
“Kerugian ekonomi berupa pengenaan pajak yang tinggi sebesar 40% dan potensi bangkrutnya usaha spa sebagai pengenaan pajak yang tinggi tersebut,” ujar Kuasa Hukum Pengusaha Mandi Uap dan Spa Mohammad Ahmadi dalam sidang perbaikan permohonan di MK dikutip Rabu (3/4).
Selain itu, pengenaan pajak juga berpotensi menimbulkan tarif pajak berganda. Karena adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekaligus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Para pengusaha juga menilai masyarakat dirugikan karena usaha spa akan menambah biaya PBJT sebesar 40-75% untuk setiap jasa perawatan kesehatan spa kepada konsumen atau klien. Akibatanya, minat masyarakat terhadap perawatan spa menurun.
“Potensi bangkrutnya usaha spa sebagai akibat pengenaan tarif pajak yang tinggi tersebut, berpotensi menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pemohon perorangan yang bekerja di bidang usaha spa,” ujarnya.
Tak hanya itu, pengusaha spa dalam petitumnya meminta MK memaknai norma tersebut tanpa mencantumkan frasa 'mandi uap/spa' dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l dan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI).