Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Cina Butuh Banyak Stimulus

Hari Widowati
15 Juli 2024, 18:20
Perekonomian Cina tumbuh 4,7% pada April-Juni 2024. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2023.
REUTERS/Aly Song
Perekonomian Cina tumbuh 4,7% pada April-Juni 2024. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2023.
Button AI Summarize

Ekonomi Cina tumbuh jauh lebih lambat dari yang diharapkan pada kuartal kedua karena penurunan sektor properti yang berkepanjangan. Hal ini menimbulkan ekspektasi bahwa pemerintah Cina perlu melepaskan lebih banyak stimulus untuk memulihkan perekonomiannya.

Perekonomian terbesar kedua di dunia ini tumbuh 4,7% pada April-Juni 2024. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2023 dan meleset dari perkiraan para ekonom dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan pertumbuhan 5,1%. Pertumbuhan ini juga melambat dari ekspansi 5,3% pada kuartal sebelumnya.

Yang menjadi perhatian khusus adalah sektor konsumen, dengan pertumbuhan penjualan retail yang merosot ke level terendah dalam 18 bulan terakhir. Tekanan deflasi memaksa perusahaan-perusahaan untuk memangkas harga-harga mulai dari mobil, makanan, hingga pakaian.

"Secara keseluruhan, data Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengecewakan menunjukkan bahwa jalan untuk mencapai target pertumbuhan 5% tetap menantang," kata Lynn Song, Kepala Ekonom untuk Greater China di ING, seperti dikutip Reuters, Senin (15/7).

Efek dari negative wealth (kekayaan negatif) yang disebabkan oleh jatuhnya harga properti dan saham, serta pertumbuhan upah yang rendah di tengah-tengah pemangkasan biaya di berbagai industri menyeret konsumsi dan menyebabkan pergeseran dalam konsumsi masyarakat.

Di antara mereka yang berada di bawah tekanan adalah Swatch Group. Produsen jam tangan terbesar di dunia ini melaporkan penurunan tajam dalam penjualan dan pendapatan di tengah lemahnya permintaan di Cina.

Krisis properti yang telah berlangsung bertahun-tahun semakin dalam di bulan Juni karena harga rumah baru turun dengan laju tercepat dalam sembilan tahun terakhir. Hal ini memukul kepercayaan konsumen dan membatasi kemampuan pemerintah daerah yang terbebani utang untuk menghasilkan dana segar melalui penjualan tanah.

Para analis memperkirakan pertemuan para pemimpin ekonomi utama di Beijing pada pekan ini akan fokus pada pemotongan utang dan meningkatkan kepercayaan diri pemerintah. Pemerintahan Xi Jinping menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,0% untuk tahun 2024. Menurut banyak analis, target ini terlalu ambisius dan mungkin membutuhkan lebih banyak stimulus.

Perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari perkiraan di kuartal kedua mendorong Goldman Sachs untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan Cina pada 2024 menjadi 4,9% dari proyeksi sebelumnya di angka 5,0%.

"Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik, kami percaya pelonggaran kebijakan lebih lanjut diperlukan sepanjang sisa tahun ini, terutama di sisi fiskal dan perumahan," kata para ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Lisheng Wang, dalam sebuah catatan pada hari Senin (15/7).

Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik dan krisis properti, Cina telah mendorong investasi infrastruktur dan mengucurkan dana ke dalam manufaktur berteknologi tinggi. Yuan dan saham-saham Cina jatuh menyusul data yang mengecewakan ini, tetapi pasar saham kemudian ditutup menguat karena para investor bertaruh akan ada lebih banyak stimulus.

Badan Statistik Nasional (NBS) menyebutkan bahwa cuaca buruk menyebabkan beberapa pukulan pada pertumbuhan di kuartal kedua. Perekonomian negara itu juga diprediksi akan menghadapi ketidakpastian eksternal yang meningkat dan kesulitan-kesulitan domestik pada semester kedua.

Produksi Industri Melebihi Konsumsi Domestik

Pertumbuhan ekonomi di Cina tidak merata dengan output industri yang melebihi konsumsi domestik, meningkatkan risiko deflasi di tengah-tengah penurunan properti dan meningkatnya utang pemerintah daerah. Meskipun ekspor Cina yang solid telah memberikan beberapa dukungan, meningkatnya ketegangan perdagangan antara Cina dengan AS dan Eropa kini menjadi ancaman.

Data lainnya yang dirilis pada hari ini menunjukkan pertumbuhan produksi pabrik mengalahkan ekspektasi pada Juni tetapi masih melambat dibandingkan dengan Mei.

Hal ini menyusul data yang dirilis awal bulan ini yang menunjukkan ekspor Cina pada Juni naik 8,6% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, impor secara tak terduga menyusut 2,3%. Hal ini menunjukkan bahwa produsen melakukan frontloading pesanan untuk mendahului tarif dari mitra dagang.

Namun, penurunan yang lebih besar terlihat pada penjualan retail yang naik 2,0% secara tahunan (year-on-year), meleset dari perkiraan dan pertumbuhan paling lambat sejak Desember 2022.

"Di antara semua angka bulanan yang dirilis hari ini, yang menjadi sorotan adalah penjualan retail yang lemah," kata Xing Zhaopeng, ahli strategi senior Cina di ANZ. Ia menyebut konsumsi rumah tangga masih sangat lemah karena para pengusaha memangkas gaji karyawan sementara pengangguran berusia muda tinggi. "Rumah tangga masih akan berhati-hati ke depannya," tambah Xing.

Investasi properti turun 10,1% pada paruh pertama tahun 2024 dari tahun sebelumnya, dan penjualan rumah berdasarkan luas lantai turun 19,0%. Pinjaman bank untuk bulan Juni yang dirilis minggu lalu menunjukkan permintaan goyah lagi, dengan beberapa indikator utama mencapai rekor terendah.

Stimulus dari Bank Sentral Cina

Untuk menopang pertumbuhan, gubernur Bank Sentral Cina bulan lalu berjanji untuk tetap berpegang pada sikap kebijakan moneter yang mendukung. Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan Bank Sentral Cina akan menurunkan suku bunga pinjaman satu tahun sebesar 10 basis poin dan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) bank-bank sebesar 25 basis poin di kuartal ketiga.

Analis Citi memperkirakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan langkah-langkah untuk mendukung sektor properti setelah pertemuan Politbiro, badan pembuat keputusan tertinggi Partai Komunis yang berkuasa. Pertemuan itu diperkirakan akan diadakan pada akhir Juli setelah pertemuan Komite Sentral minggu ini.

Pada Mei lalu, pemerintah Cina mengizinkan perusahaan-perusahaan milik negara untuk membeli rumah-rumah yang belum terjual. Bank Sentral Cina menyiapkan fasilitas pinjaman ulang senilai 300 miliar yuan untuk perumahan yang terjangkau.

"Meskipun tuntutan untuk reformasi cukup tinggi, hal ini sepertinya tidak akan menjadi sesuatu yang menarik," kata Harry Murphy Cruise, ekonom di Moody's Analytics. Dengan asumsi reformasi yang minim, Cruise memperkirakan Cina harus bekerja keras untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% itu.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...