Studi LPEM UI: Ekspansi Kelas Menengah Terhambat, Daya Beli Tergerus
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI mencatat adanya kemunduran ekspansi masyarakat kelas menengah. Dalam hasil riset terbaru, LPEM juga menunjukan kondisi tersebut ada kaitanya dengan tergerusnya daya beli kelas menengah.
Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky juga mengatakan calon kelas menengah saat ini menjadi rentan. “Ada kondisi menunjukkan peningkatan yang konsisten tiap tahun,” kata Riefky dalam laporan risetnya yang dikutip Jumat (9/8).
Calon kelas menengah didefinisikan sebagai penduduk dengan kemungkinan kurang dari 10% untuk menjadi miskin, tetapi memiliki kemungkinan di atas 10% untuk menjadi rentan.
Pada 2014, penduduk yang tergolong dalam kategori calon kelas menengah mencapai 45,8% populasi atau setara dengan 115 juta jiwa. Lalu pada tahun 2023, angka tersebut meningkat menjadi 53,4% atau setara dengan 144 juta jiwa. Dengan begitu, lebih dari separuh populasi Indonesia masuk dalam kategori calon kelas menengah.
Riefky menyebut, ekspansi pada kategori calon kelas menengah dan kelas menengah pada 2014 hingga 2018 mengindikasikan tren positif dari mobilitas sosial ke atas. Pada periode ini, proporsi populasi miskin dan rentan menurun, sedangkan calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami pertumbuhan.
Namun, sejak 2018 hingga 2023, ekspansi calon kelas menengah mengindikasikan adanya kemunduran. “Mengindikasikan adanya pergeseran dari individu yang sebelumnya merupakan kelas menengah ke calon kelas menengah atau bahkan rentan,” ujar Riefky.
Hal ini terlihat dari pola konsumsi kelas menengah. Pada 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah 82,3% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Dari angka tersebut, calon kelas menengah menyumbang 45,5% dan kelas menengah menyumbang 36,8%.
Tren calon kelas menengah mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4% pada 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9% pada periode yang sama.
Porsi Konsumsi Calon Kelas Menengah | Porsi Konsumsi Kelas Menengah | |
2014 | 41,8% | 34,7% |
2018 | 42,4% | 41,9% |
2023 | 45,4% | 36,8% |
Dibandingkan dengan angka 2014 ke 2018, ada peningkatan total konsumsi. Konsumsi calon kelas menengah naik jadi 41,8%, sedangkan porsi konsumsi kelas menengah naik jadi 34,7%.
“Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka,”kata Riefky.
Porsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran dapat dilihat untuk lebih memahami tren ini. Hukum Engel menyatakan bahwa ketika pendapatan menurun, proporsi pengeluaran yang dialokasikan untuk makanan meningkat.
Hal itu karena makanan merupakan kebutuhan dasar, dan orang cenderung mempertahankan tingkat konsumsi makanan mereka meskipun dengan pendapatan yang lebih rendah.
“Dengan demikian, penurunan daya beli umumnya mengakibatkan persentase pengeluaran yang lebih tinggi untuk makanan,” ujar Riefky.
Pada 2023, mayoritas orang Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan dengan pengecualian untuk kelas menengah dan kelas atas. Kelas menengah mengalokasikan 41,3% dari pengeluaran mereka untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6%.
Untuk calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1% pada 2014 menjadi 55,7% pada 2023. Sebaliknya, kelas menengah mengalami peningkatan pengeluaran untuk makanan, naik dari 36,6% menjadi 41,3% pada periode yang sama.
Riefky mengatakan, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi non-makanan dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan.
Pengeluaran non makanan, seperti untuk barang tahan lama, kesehatan, pendidikan, dan hiburan lebih menunjukkan daya beli dan kesejahteraan ekonomi. Pengeluaran ini cenderung meningkat seiring dengan naiknya pendapatan yang dapat dibelanjakan dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
“Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan menunjukkan penurunan daya beli kelas menengah. Erosi daya beli ini mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Riefky.
Riset tersebut juga menunjukkan, kelas menengah di Indonesia pada 2023 mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8% dari total populasi, namun baru-baru ini mengalami penurunan.
Antara 2014 hingga 2018, jumlah penduduk kelas menengah bertambah hingga lebih dari 21 juta jiwa meningkat dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa. Pada periode ini, proporsi kelas menengah meningkat dari 15,6% menjadi 23,0%.
Sejak saat itu, penduduk kelas menengah mengalami penurunan hingga lebih dari 8,5 juta jiwa. “Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta jiwa dengan proporsi populasi sekitar 18,8% saat ini,” kata Riefky.
Dampak Peralihan Investasi
Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut fenomena perlambatan laju konsumsi rumah tangga yang masih di bawah 5% merupakan konsekuensi dari terbatasnya pertumbuhan investasi. Ia menyoroti peralihan investasi ke sektor padat modal dari sebelumnya industri pengolahan dan padat karya.
“Kondisi tersebut berimplikasi makin meningkatnya sektor informal di Indonesia, terindikasi makin meningkatnya tenaga kerja informal yang kenaikan upahnya cenderung terbatas,” kata Josua kepada Katadata.co.id, Jumat (9/8).
Di sisi lain, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pertumbuhan simpanan melambat, turun menjadi 4,1% pada April 2024. Ini menunjukkan kelas menengah bawah mulai memakan tabungan mereka.
“Untuk melakukan konsumsi dan penyesuaian konsumsi dari berbagai perubahan terutama di kuartal pertama dan kuartal kedua,” ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan hal yang tidak kalah penting, penurunan konsumsi juga tidak terlepas dari kondisi ketenagakerjaan. Pekerja yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja atau PHK terus bertambah sehingga berimbas pada penurunan konsumsi.
“Penurunan konsumsi terutama di kuartal kedua akhirnya juga ikut berdampak terhadap penurunan investasi,” kata Yusuf.