Sederet Jurus Kemenkeu Dongkrak Industri Tekstil yang Sedang Terpuruk
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui saat ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki tengah menghadapi tantangan berat. Bahkan Lembaga pemeringkat S&P Global mencatat indeks manajer pembelian atau PMI manufaktur Indonesia anjlok pada Agustus 2024 turun jadi 48,8 setelah bulan sebelumnya juga merosot.
“Tidak hanya dari sisi kinerja ekspor, namun juga daya saing di pasar domestik yang tergerus produk impor,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam permyataan tertulisnya, Selasa (2/9).
Untuk itu, Febrio memastikan perhatian terus diberikan untuk industri tertinggal yang tengah menghadapi tantangan berat. Pemerintah terus berupaya mendorong daya saing industri tersebut dengan berbagai bauran kebijakan.
Sebagai langkah menjaga daya saing produk TPT, pemerintah telah menerapkan bea masuk tindakan pengamanan atau BMTP. Hal itu diantaranya untuk pakaian dan aksesori pakaian hingga November 2024.
Kebijakan serupa juga diberlakukan untuk tirai, kelambu tempat tidur, serta benang dari serat staple sintetik dan artifisial hingga Mei 2026. Lalu juga kain dan karpet hingga Agustus 2027. Serta penerapan bea masuk anti dumping atau BMAD untuk produk poliester staple fiber atau benang dari India, Cina, dan Taiwan hingga Desember 2027.
“Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi dan meningkatkan daya saing industri TPT dalam negeri yang memiliki serapan tenaga kerja besar,” ujar Febrio.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menyiapka tiga strategi untuk menggenjot kinerja industi TPT. Strategi tersebut disiapkan di tengah lesunya industri tekstil Indonesia.
Tiga strategi yang disiapkan adalah memperkuat sumber daya manusia, memastikan bahan baku, hingga menghidupkan lagi sektor permesinan nasional.
“Menghidupkan kembali industri permesinan tekstil untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi industri TPT nasional," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Indysti Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita dikutip dari Antara, Minggu (1/9).
Strategi tersebut telah dilakukan dengan memberantas impor ilegal, mengawasi penjualan produk di media sosial, pengenaan hambatan perdagangan, implementasi tingkat komponen dalam negeri atau TKDN, hingga restrukturisasi mesin.
Kemenperin melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Industri atau BSKJI juga menyiapkan sertifikasi. Diharapkan, pelaku industri bisa memanfaatkan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri atau. Program tersebut memiliki nilai peluang Rp 1.223 triliun pada tahun ini.
Dari data Kemenperin, industri tekstil mulai menunjukkan perbaikan kinerja pada kuartal I 2024. Produk domestik bruto atau PDB dari sektor ini tumbuh 2,64% secara tahunan.Selain itu, angka ekspor sektor tekstil juga tercatat mencapai US$ 2,95 miliar atau meningkat 0,19% pada tiga bulan pertama 2024.