Rupiah Hadapi Overshooting, Dolar AS Berpotensi Tembus Rp 16.800

Ringkasan
- IHSG mengalami penurunan sebesar 54,11 poin atau 0,75% ke level 7.182 pada penutupan perdagangan sesi pertama.
- Terjadi transaksi saham dengan nilai Rp 5,41 triliun dan volume 6,98 miliar saham, di mana 218 saham mengalami kenaikan, 347 saham menurun, dan 200 saham stabil, dengan total kapitalisasi pasar IHSG Rp 11.649 triliun.
- Meskipun IHSG secara umum turun, saham milik Prajogo Pangestu seperti PT Barito Renewables Energy (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) mengalami kenaikan, di tengah mayoritas sektor, khususnya sektor keuangan yang merosot.

Nilai tukar rupiah menembus level 16.600 per dolar AS pada perdagangan hari ini, melemah lebih dari 300 poin dalam kurun waktu kurang dari tiga pekan. Kepala Ekonomi Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian menilai rupiah saat ini berada dalam kondisi overshooting atau depresiasi terlalu cepat.
Ia menjelaskan rupiah saat ini melemah terlalu cepat, jauh lebih cepat dibandingkan perubahan fundamental ekonomi. Kondisi ini, menurut dia, biasanya terjadi karena adanya perubahan global, seperti pelemahan ekonomi yang belum terefleksikan di perekonomian domestik.
Hal ini lumrah, terutama bagi Indonesia yang akan mengalami pelebaran defisit neraca berjalan di tengah pelemahan prospek ekspor global.
"Perhitungan tim kami melihat potensi overshooting mata uang ini akan sampai di 16.800 per dolar AS, tapi tidak akan membawa goncangan yang signifikan untuk perekonomian domestik, " ujar Fakhrul dalam keterangan yang disampaikan Selasa (25/3).
Menurut dia, goncangan besar tidak akan terjadi karena sebagian besar kewajiban debitur kakap Indonesia saat ini sudah dalam denominasi rupiah, bukan lagi dalam dolar AS, seperti pada era 1990-an. Namun, kondisi saat ini tetap menjadi peringatan bahwa Indonesia kebal terhadap perlambatan ekonomi global dan pentingnya komunikasi kebijakan yang tepat dari pemerintah.
"Hal ini tentunya juga akan menunda prospek penurunan suku bunga BI, karena BI menempatkan stabilitas mata uang sebagai salah satu faktor penting," ujar dia.
Ia pun memandang Kementrian Keuangan perlu menerbitkan global bond lebih banyak sebagai bantalan untuk memenuhi kebutuhan asset dolar untuk melengkapi kebijakan DHE yang sudah tersedia.
"Selain itu, supaya fase overshooting ini bisa dihadapi dengan baik, komunikasi Kebijakan dari sisi moneter dan fiskal diperlukan. Karena untuk asing kembali ke pasar obligasi kita, merekamembutuhkan panduan yang jelas terkait prospek kebijakan di masa depan,"kata dia.
Penyebab Rupiah Tembus 16.600 per Dolar AS
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menilai sejumlah faktor eksternal dan internal yang menyebabkan rupiah melemah hingga menembus 16.600 per dolar AS. Dari sisi eksternal, Ibrahim menyoroti meningkatnya ketegangan geopolitik global yang berdampak pada ketidakpastian ekonomi dunia.
“Amerika Serikat telah memberikan ultimatum kepada Iran terkait penghentian program nuklirnya. Ancaman ini dapat memicu eskalasi konflik di Timur Tengah,” ujarnya.
Selain itu, konflik yang masih berlangsung di Jalur Gaza juga berkontribusi terhadap meningkatnya kekhawatiran investor. Ibrahim menyebut, Israel terus melakukan serangan besar-besaran di wilayah tersebut.
Di sisi lain, ketegangan di Laut Hitam semakin memperparah kondisi global. Menurut dia, sekitar 80% kapal dagang yang sebelumnya melalui Laut Hitam kini memilih jalur alternatif melalui perairan Afrika. Hal ini menyebabkan lonjakan biaya transportasi. “Akibatnya, harga barang naik, inflasi meningkat, dan ini berdampak pada pelemahan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah,” jelasnya.
Faktor internal juga turut memperburuk kondisi rupiah. Ibrahim menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pasar modal yang dinilai menimbulkan keresahan di kalangan investor. “Pernyataan bahwa saham adalah judi serta indeks harga saham tidak berpengaruh terhadap masyarakat bawah telah menimbulkan kepanikan di pasar. Banyak investor asing yang akhirnya menarik dana mereka dari Indonesia,” katanya.
Selain itu,menurut dia, pembentukan lembaga pengawas baru terhadap pasar modal juga dinilai semakin memperburuk kepercayaan investor. Ibrahim menilai kebijakan ini dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar. “Investor menginginkan pemerintah hanya berperan sebagai pengawas, bukan pengendali pasar. Ketidakpastian kebijakan inilah yang membuat modal asing terus keluar,” kata dia.
Ibrahim juga memperkirakan pelemahan rupiah masih akan berlanjut jika tidak ada kebijakan yang mampu meredam dampak eksternal maupun mengembalikan kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah 40 poin di level 16.607 per dolar AS. Kurs rupiah sempat melemah ke level 16.659 per dolar AS, tetapi bergerak menguat pada perdagangan sesi kedua ke level 16.609 per dolar AS hingga pukul 13.22 WIB.