Pelemahan Rupiah dan Sederet Risikonya Bagi Ekonomi Indonesia

Ringkasan
- Pemerintah tengah mengkaji penerapan biodiesel 40% (B40), namun tidak akan diterapkan tahun ini.
- B40 masih dalam tahap uji coba dan terdapat kendala pada spesifikasi biofuel.
- Konsumsi biodiesel 35% (B35) melebihi target yang ditetapkan pemerintah, dengan mayoritas digunakan di dalam negeri dibandingkan ekspor.

Sejumlah ekonom mengungkapkan sejumlah risiko yang mengintai di tengah pelemahan rupiah. Pada perdagangan pada Selasa (25/3), rupiah ditutup melemah 45 poin dan tembus di level Rp 16.612 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan implikasi pelemahan rupiah ini sangat luas. Bhima mengatakan, dampak pelemahan rupiah ini berdampak kepada beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga masyarakat secara langsung.
Berikut daftar dampak pelemahan rupiah terhadap kondisi ekonomi:
Belanja Pemerintah Makin Mahal
Bhima menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini akan terasa kepada belanja pemerintah. Terutama belanja pemerintah yang berkaitan dengan referensi kurs dolar Amerika Serikat.
Bhima mencontohkan, belanja subsidi energi pasti akan berdampak. Hal ini mulai dari belanja subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan LPG tiga kilogram itu pasti akan meningkat.
“Belanja subsidi energi pada 100 hari Prabowo-Gibran itu angkanya jauh lebih tinggi daripada pemerintahan sebelumnya,” kata kata Bhima kepada Katadata.co.id, Selasa (25/3).
Artinya, lanjut Bhima, beban tersebut akan menekan APBN di tengah situasi penurunan penerimaan perpajakan. Pada akhirnya, defisit anggaran akan terus melebar.
Daya Beli Masyarakat Makin Turun
Bhima mengatakan, pelemahan rupiah juga tentu akan berdampak kepada masyarakat. Sebab, pelemahan rupiah akan membuat biaya impor bahan baku dan barang jadi akan naik sehingga produsen dan pedagang akan meneruskan kepada konsumen berupa harga yang lebih mahal.
“Sehingga inilah yang akan menciptakan imported inflation dan akan membuat masyarakat daya belinya semakin menurun,” ujar Bhima.
Bhima juga mengatakan sektor ritel akan terdampak dari pelemahan rupiah. Hal ini karena konsumen akan terbebani harga barang impor kepada konsumen.
“Para retailer juga berpikir konsumen tidak siap dengan harga yang naik, maka omzetnya bisa anjlok," kata Bhima.
Ganggu Stabilitas Ekonomi
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, pelemahan rupiah berpotensi akan mengganggu stabilitas ekonomi dalam jangka pendek.
“Stabilitas ekonomi kalau rupiahnya gonjang-ganjing ini juga akan berimplikasi kepada makro ekonomi kita,” kata Eko dalam diskusi daring Indef.
Dia menjelaskan, para pelaku di pasar uang juga akan melihat bagaimana kondisi saat momen Lebaran Idufitri 2025. Sebab pada momen tersebut, diproyeksikan uang beredar dan pemudik bergerak dalam jumlah besar.
Eko juga mengatakan pelemahan rupiah akan memiliki risiko yang cukup banyak. Menurutnya, pelemahan rupiah tak ada hubungannya dengan usaha menggenjot ekspor. Pelemahan rupiah bisa mendorong ekspor jika Indonesia kuat dalam sektor tersebut.
“Kadang pejabat bilang bisa mendorong ekspor. Jangan percaya itu,” ujar Eko.