Rupiah Sulit Kembali ke Level 16.000 per Dolar AS Meski Perang Dagang Mereda
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina yang mulai mereda diperkirakan belum mampu mengembalikan rupiah di level 16.000 per dolar AS, sebagaimana target pemerintah dalam APBN 2025. Kurs rupiah pagi ini menguat tipis 0,09% di level 16.547 per dolar AS.
Amerika Serikat dan Cina sudah mencapai kesepakatan untuk memangkas tarif perdagangan keduanya. Dalam negosiasi yang berlangsung di Jenewa, pemerintah Presiden AS Donald Trump disebut sepakat memotong tarif barang-barang impor Cina dari semula 145% menjadi 30%, sedangkan pemerintahan Xi Jinping sepakat menurunkan tarif dari 125% menjadi 10%.
“Rupiah bisa diuntungkan apabila kesepakatan yg resmi terjadi, namun masih berat untuk ke Rp 16.000 per dolar AS mengingat masih banyak ketidakpastian ekonomi global maupun ekonomi domestik yang masih lemah,” kata Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong kepada Katadata.co.id, Kamis (15/5).
Lalu bagaimana dengan proyeksi rupiah hari ini?
Lukman memproyeksikan, rupiah akan kembali melemah pada hari ini terhadap dolar AS. Ia memperkirakan rupiah akan berada di level 16.500 per dolar AS hingga 16.600 per dolar AS.
Menurutnya, pelemahan rupiah ini dipengaruhi karena dolar AS yang rebound. “Dolar AS membaik setelah pernyataan hawkish dari dua pejabat The Fed mengenai inflasi dan pemangkasan suku bunga,” ujar Lukman.
Meski diramal melemah, data Bloomberg menunjukkan, rupiah dibuka menguat 4 poin di level 16.557 per dolar AS. Rupiah pun terus bergerak menguat ke level 16.547 per dolar AS hingga pukul 09.30 WIB.
Dolar AS Menunjukkan Penguatan
Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, kondisi indeks dolar AS pada pagi ini masih menunjukkan penguatan. Menurut Ariston, nilai tukar regional terlihat melemah terhadap dolar AS.
“Ini masih efek dari hasil negosiasi AS dan Cina yang berhasil sehingga tarif barang dari Cina bisa ditekan dan harga barang yang dikonsumsi warga AS dari Cina turun,” kata Ariston.
Ariston menilai, kesepakatan AS dan Cina memberikan dampak positif. Menurutnya, perekonomian AS terbantu dengan hal tersebut sehingga dolar AS menguat.
Dari sisi dalam negeri, Ariston menyebut ada kemungkinan pasar menyoroti tingkat pemutusan hubungan kerja alias PHK yang tinggi pada kuartal I 2025. Menurut Ariston, pasar menganggap hal itu bisa menjadi indikator perlambatan ekonomi.
“Di tambah produk domestic bruto atau PDB pada kuartal I 2025, Indonesia masih sulit tembus 5% yang disinyalir karena konsumsi melemah,” ujar Ariston.
Ariston memproyeksikan ada potensi tekanan pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini ke arah 16.680 per dolar AS. Hal ini dengan potensi support di kisaran 16.500 per dolar AS.
