Bimo Wijayanto Ditunjuk Sebagai Dirjen Pajak, Pembenahan Coretax Jadi PR Utama
Presiden Prabowo Subianto memanggil Bimo Wijayanto ke Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (20/5). Pemanggilan terkait penunjukan Bimo sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan menggantikan Suryo Utomo.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menegaskan bahwa siapa pun yang dipilih menjadi Dirjen Pajak harus mampu menyelesaikan persoalan Core Tax Administration System atau Coretax.
Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, sistem tersebut kerap bermasalah dan menjadi salah satu penyebab menurunnya penerimaan pajak di awal tahun.
“Menurut saya, siapapun yang terpilih menjadi Dirjen Pajak, maka fokus utama yang wajib diselesaikan adalah masalah Coretax. Bahkan sampai bulan kelima, pelaksanaannya masih dikeluhkan,” ujar Fajry kepada Katadata.co.id, Kamis (22/5).
Ia mengatakan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan sejumlah profesional perpajakan dan menemukan keluhan yang sama terkait Coretax. Menurutnya, persoalan teknis dan regulasi harus segera dibereskan.
“Kalau permasalahan ini masih ada, bagaimana wajib pajak mau patuh? Padahal tujuan awal Coretax adalah untuk meningkatkan kepatuhan melalui kemudahan administrasi,” katanya.
Coretax Jadi PR Terbesar Ditjen Pajak
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyebut Direktorat Jenderal Pajak kini menghadapi dua tantangan besar yaitu pembenahan sistem Coretax dan peningkatan rasio pajak.
“DJP punya pekerjaan rumah besar di pembenahan Coretax dan upaya mengerek rasio pajak,” ujar Prianto.
Ia menilai latar belakang akademik dan pengalaman Bimo berpotensi membantu mengatasi persoalan tersebut. Bimo merupakan lulusan Sarjana Ekonomi dan Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada, menyandang gelar MBA dari University of Queensland, dan meraih gelar Doktor dari University of Canberra.
“Saat ini Bimo menjabat sebagai Sekretaris Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi di Kemenko Perekonomian, dan tidak memiliki latar belakang militer,” kata Prianto.
Ia juga pernah bekerja di Ditjen Pajak sebagai Kepala Seksi Dampak Makro Ekonomi di Sub-Direktorat Dampak Kebijakan pada 2007 hingga 2009. Prianto menilai pemimpin eselon I seperti Dirjen Pajak berperan sebagai strategic leader, bukan teknisi.
“Pejabat eselon I merepresentasikan pemimpin strategis. Aspek teknis dapat dibantu oleh para direktur di bawahnya,” ujarnya.
Meski begitu, Prianto belum bisa menilai apakah Bimo layak menjabat posisi tersebut. “Perlu pembuktian terlebih dahulu. Masyarakat harus memberikan kesempatan apakah beliau mampu mengemban amanah,” katanya.
Pernah Aktif di Kemenkeu dan Terlibat dalam Coretax
Bimo bukan sosok asing di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada 2024–2025, ia menjabat sebagai Analis Senior di Center for Tax Analysis (CTA) Ditjen Pajak. Sebelumnya, ia juga sempat bertugas sebagai Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden (KSP).
Bimo turut mengawal pembentukan CTA bersama Dr. Yon Arsal. Fokus keahliannya mencakup pemodelan deteksi fraud dan ketidakwajaran, serta analisis mikro-sektoral atas kepatuhan pajak.
Saat menjadi pejabat di Ditjen Pajak pada 2007–2009, Bimo juga aktif di forum internasional seperti SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration Reform) dan ATAIC (Association of Tax Authorities of Islamic Countries), mewakili DJP sebagai analis dan anggota delegasi.
