Katadata Insight Center Soroti Jual-Beli Rekening Jadi Celah Maraknya Judol
Katadata Insight Center (KIC) menemukan praktik jual-beli rekening menjadi salah satu isu utama dalam penelitian terkait maraknya judi daring (judol) di Indonesia. Modus ini memanfaatkan rekening pasif milik masyarakat yang diperjualbelikan di lokapasar untuk dipakai oleh bandar judol.
“Setelah kami analisa, praktik jual-beli rekening menjadi isu yang paling sering disebut dalam penelitian kualitatif kami,” kata Direktur Eksekutif KIC, Fakhrido Susrahardiansyah, dalam acara Katadata Policy Dialogue, Selasa (5/8).
Fakhrido menjelaskan bahwa sindikat pembeli rekening akan mengumpulkan rekening milik masyarakat dan menawarkannya ke bandar judol. Banyak masyarakat tergiur menjual rekening atas nama pribadi demi uang instan.
KIC mencatat, penjual rekening berisiko menghadapi tiga dampak utama yakni terjerat pidana jika rekening digunakan untuk aktivitas ilegal, penyalahgunaan data pribadi, dan penurunan skor kredit.
“Yang perlu dibahas sekarang adalah bagaimana menemukan formula regulasi yang bisa memberi efek jera pada pelaku jual-beli rekening,” katanya.
Ia menyoroti bahwa sebenarnya sudah ada dasar hukum yang mengatur hal ini, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, penerapan hukumnya dinilai belum cukup kuat untuk menimbulkan efek jera.
Selain jual-beli rekening, KIC juga mengidentifikasi lima faktor lain yang membuat praktik judol kian subur:
- Judol dikemas seperti game daring,
- Pembukaan rekening tanpa tatap muka,
- Rendahnya literasi digital,
- Iklan judol yang masif,
- Ketidakstabilan finansial dan tingginya tingkat pengangguran.
Pihaknya mencatat sejumlah langkah pemerintah dalam memberantas judol, seperti pemeriksaan terhadap 120 juta rekening pasif dan pemblokiran 37.500 rekening terkait judol sejak 2024. Kementerian Komunikasi dan Digital juga telah memblokir 5,4 juta situs judol sejak 2017.
Namun, para bandar judol terus berinovasi untuk menghindari intervensi pemerintah. Mereka kini membuka situs baru dan memanfaatkan merchant aggregator untuk menyamarkan aliran dana.
Untuk mengatasi masalah ini, dia mengusulkan tiga pilar untuk mengentaskan praktik judi online di Indonesia. Pertama, peningkatan literasi finansial, digital, dan hukum agar masyarakat lebih sadar akan bahaya dan dampak judol.
Kedua, penguatan regulasi dan penegakan hukum dengan aturan yang mampu memberikan efek jera bagi para pelaku dalam ekosistem judol. Terakhir, perkuatan pengawasan ekosistem judol. “Rasanya political will pemerintah sudah tidak perlu diragukan dalam memberantas judol,” ujarnya.
