Kebijakan Burden Sharing BI dan Pemerintah Berpotensi Picu Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan melemah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini. Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana memproyeksikan rupiah akan terdepresiasi tipis ke level Rp 16.390 per dolar AS hingga Rp 16.490 per dolar AS.
Ia mengungkapkan ada sejumlah faktor domestik yang akan mempengaruhi pelemahan rupiah. “Salah satu faktornya akan dilakukan burden sharing Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk membiayai program Asta Cita,” kata Fikri kepada Katadata.co.id, Kamis (4/9).
Seperti diketahui, BI dan pemerintah saat ini sepakat untuk menjalankan skema burden sharing atau membagi rata beban bunga dalam pembiayaan program pemerintah yaitu Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih. Bank Indonesia saat ini sudah membeli Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir Agustus 2025 mencapai Rp 200 triliun. Hal ini dikhawatirkan melunturkan independensi BI dalam menjaga kebijakan moneternya.
Tak hanya itu, Fikri mengungkapkan kondisi protes masyarakat terhadap pemerintah juga masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah. “Ada kekhawatiran masih berlanjutnya demo di dalam negeri,” ujar Fikri.
Berdasarkan data Bloomberg pagi ini, rupiah dibuka melemah pada level Rp 16.453 per dolar AS. Level ini turun 37,5 poin atau 0,23% dari penutupan sebelumnya.
Sementara itu Analis Doo Financial Futures Lukman Leong melihat rupiah masih memiliki peluang untuk menguat. Menurutnya, rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah setelah data pekerjaan AS Jolt menunjukkan lowongan kerja yang lebih rendah dari perkiraan.
“Namun penguatan diperkirakan akan terbatas, investor masih cenderung wait and see data-data ekonomi AS dua hari ke depan,” kata Lukman.
Lukman memperkirakan rupiah akan berada di level Rp 16.350 per dolar AS hingga Rp 16.450 per dolar AS.
