Penerimaan Cukai Rokok Elektrik Capai Rp 2,65 Triliun, Serap 200 Ribu Pekerja

Rahayu Subekti
24 September 2025, 18:00
cukai
ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/YU
Penjual mengisi cairan rokok elektrik di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (14/12/2024). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2024, pemerintah menaikkan Harga jual eceran (HJE) rokok elektrik dengan kenaikan rata-rata sebesar 6,01 persen untuk rokok elektrik padat dan 22,03 persen untuk rokok elektrik cair sistem terbuka yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Umum Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Daniel Boy, mengungkapkan penerimaan negara dari produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) menunjukkan pertumbuhan pesat.

Data terakhir mencatat penerimaan cukai dari industri rokok elektrik pada 2024 mencapai Rp2,65 triliun.“Angka ini naik 43,7% secara tahunan dari tahun 2023,” kata Daniel dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (24/9).

Ia menambahkan, nilai tersebut melompat lebih dari dua puluh kali lipat dibanding awal penerapan cukai HPTL pada 2018 yang hanya sebesar Rp99 miliar. Menurut Daniel, hal ini menunjukkan potensi rokok elektrik sebagai sumber penerimaan fiskal baru yang signifikan.

Serapan Tenaga Kerja Bisa Melesat

Daniel menjelaskan ekosistem usaha yang meliputi manufaktur, distribusi, dan ritel terus memperluas penyerapan tenaga kerja. Ekosistem rokok elektrik menggerakkan rantai pasok mulai dari produksi e-liquid hingga jaringan ritel khusus.

“Serapan tenaga kerja terus meningkat hingga 150 ribu–200 ribuan orang pada 2023 di seluruh lini rantai, mulai dari manufaktur e-liquid, distribusi, hingga ritel khusus,” ujar Daniel.

Ia memproyeksikan pertumbuhan pengguna rokok elektrik dan perluasan kanal distribusi sektor UKM ritel akan bertambah 1%–3% per tahun dalam lima tahun ke depan.

“Hal ini berpotensi mendorong penyerapan tenaga kerja mencapai 210 ribu hingga 280 ribu orang pada 2030, apabila regulasi tetap stabil dan program pengawasan produk ilegal semakin diperkuat,” kata Daniel.

Menurutnya, industri rokok elektrik membutuhkan ruang regulasi yang adil dan stabil agar pelaku lokal dapat bertahan dan berkembang. Pasar yang terus bertambah menjadi peluang besar bagi industri lokal untuk tumbuh secara sehat dan bertanggung jawab.

Kebijakan Cukai yang Berimbang

Pernyataan Daniel sejalan dengan pandangan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menekankan perlunya kebijakan cukai yang berimbang.

Dia menekankan, kebijakan cukai ke depan tidak hanya menjaga kesehatan publik, tetapi juga perlu melindungi industri dan tenaga kerja.

Ia menyoroti tingginya tarif cukai rokok saat ini yang dinilai ikut berpengaruh pada meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan maraknya peredaran rokok ilegal.

“Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya, kan cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata 57%? Tinggi amat, Fir’aun lu,” ujar Purbaya.

Realisasi penerimaan cukai per Agustus 2025 tercatat sebesar Rp144,0 triliun, atau 59% dari target APBN 2025. Namun, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) masih terkontraksi 1,9% pada periode tersebut.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...