Jelang Rilis BPS Hari Ini, Ekonom Waspadai Perlambatan Ekonomi di 4,88%-5,05%

Ferrika Lukmana Sari
5 November 2025, 06:32
ekonomi
ANTARA FOTO/Andry Denisah/YU
Pedagang menjaga lapak sembakonya di Pasar Basah Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/11/2025). BPS Sulawesi Tenggara mencatat pada Oktober 2025 terjadi inflasi year on year (y-on-y) di wilayah itu sebesar 3,26 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,39 dan kenaikan harga pengeluaran tertinggi salah satunya terjadi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 5,69 persen.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menjelang rilis data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2025 akan melambat tipis ke kisaran 4,88%–5,05%. Laju ekonomi dinilai belum mampu menembus capaian kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,12% secara tahunan (yoy).

Perlambatan ini mencerminkan masih lemahnya realisasi investasi dan belanja pemerintah yang belum optimal. Sejumlah ekonom menilai aktivitas ekonomi cenderung tertahan akibat ketidakpastian politik dan normalisasi kegiatan pasca-pemilu.

Namun demikian, konsumsi rumah tangga dan ekspor tetap menjadi penopang utama pertumbuhan di tengah tekanan tersebut. Permintaan dari mitra dagang utama serta peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara membantu menahan perlambatan agar tidak lebih dalam.

Pertumbuhan Ekonomi Sedikit Melambat

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% yoy pada kuartal III 2025, sedikit di bawah 5,12% pada kuartal sebelumnya.

“Sedikit di bawah 5,12% yang tercatat di triwulan II 2025, tetapi lebih tinggi dari 4,95% pada triwulan III 2024,” kata Andry dalam keterangan resmi, Selasa (4/11).

Menurutnya, daya tahan konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan, sementara kinerja eksternal yang membaik turut menahan perlambatan di sisi investasi dan belanja pemerintah.

Saatnya Berhenti Andalkan Stimulus

Sementara itu, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 hanya mencapai 4,88% yoy.

Menurutnya, pemerintah perlu berhenti mengandalkan kebijakan jangka pendek seperti subsidi dan stimulus fiskal, dan beralih ke solusi yang lebih struktural.

“Kunci utama permasalahan ekonomi saat ini adalah kebijakan yang fokus mengatasi persoalan mendasar seperti produktivitas, penciptaan lapangan kerja, daya beli, dan iklim usaha,” ujar Riefky.

Konsumsi Melemah, Ekspor Masih Tumbuh

Dari sisi lain, Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 sebesar 5,04% yoy, melambat dari 5,12% pada kuartal sebelumnya.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia akan melemah dari 5,12% yoy pada kuartal II menjadi 5,04% yoy pada kuartal III-2025,” kata Department Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman.

Menurutnya, perlambatan ini terutama disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga akibat ketidakpastian politik pada akhir Agustus 2025 yang menekan kepercayaan konsumen, serta normalisasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring menurunnya impor barang modal.

Meski demikian, pertumbuhan ekspor diperkirakan tetap solid, ditopang oleh permintaan dari Amerika Serikat dan lonjakan wisatawan asing selama musim liburan musim panas.

Proyeksi Sepanjang Tahun dan Prospek 2026

Untuk keseluruhan 2025, PIER memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia akan bertahan di kisaran 5,0%–5,1%, sedikit lebih tinggi dari 5,03% pada 2024.

“Secara keseluruhan, kami memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia pada kisaran 5,0–5,1% untuk tahun 2025. Ini merupakan revisi ke atas dari proyeksi sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan sedikit di bawah 5%,” ujar Faisal.

Ke depan, tantangan utama pada 2026 masih serupa dengan tahun ini, yaitu ketegangan geopolitik, perang dagang, dan lambatnya pemulihan ekonomi Cina. 

Namun, stagnasi ekonomi global dapat menahan tekanan inflasi, memberi ruang bagi penurunan suku bunga yang berpotensi mendorong minat investasi di pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Dari sisi domestik, Faisal menilai stabilitas politik dan disiplin kebijakan fiskal akan menjadi kunci menjaga keseimbangan antara dorongan pertumbuhan dan stabilitas makroekonomi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti, Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...