Dampak Kebijakan Cukai Popok dan Tisu Basah: Inflasi Naik, Konsumsi Bisa Anjlok
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyasar ekstensifikasi atau perluasan basis penerimaan di sektor cukai. Langkah ini menjadi bagian dari sasaran strategis yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk mencapai penerimaan negara yang optimal pada periode 2025–2029.
Target penerimaan tersebut mencakup sektor pajak, kepabeanan dan cukai, serta pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Upaya menggali sumber penerimaan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025–2029.
Dalam beleid itu, pemerintah menyebutkan akan memperluas basis penerimaan melalui kajian potensi Barang Kena Cukai (BKC) baru.
“Ini berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah dan perluasan basis penerimaan dengan usulan kenaikan batas atas bea keluar kelapa sawit,” tulis Kemenkeu dalam lampiran PMK Nomor 70 Tahun 2025, dikutip Jumat (7/11).
Diapers atau popok sekali pakai adalah kebutuhan rumah tangga untuk menampung urine dan feses bayi maupun orang dewasa. Tak berhenti di situ, Kemenkeu juga tengah mengkaji potensi cukai untuk produk plastik, pangan olahan bernatrium tinggi, hingga sepeda motor.
Bisa Tambah Penerimaan, Tapi Bebani Rumah Tangga
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai langkah perluasan basis penerimaan negara lewat cukai baru merupakan strategi fiskal untuk meningkatkan pendapatan tanpa menaikkan pajak utama.
Namun, ia menilai kebijakan ini bisa menambah beban biaya hidup masyarakat. “Barang-barang seperti popok dan tisu basah itu termasuk kebutuhan rumah tangga penting,” kata Rizal kepada Katadata.co.id, Senin (10/11).
Menurutnya, kenaikan harga akibat cukai dapat menekan konsumsi dan daya beli, terutama bagi kelompok menengah bawah.
Produksi Bisa Turun, Barang Ilegal Berisiko Muncul
Dari sisi industri, Rizal memperingatkan bahwa penerapan cukai dapat menekan margin produsen dan membuat konsumen beralih ke produk substitusi yang lebih murah.
“Jika tidak diimbangi tarif yang proporsional, kebijakan ini bisa mengurangi produksi dan memunculkan peredaran barang ilegal,” ujarnya.
Meski demikian, Rizal menilai kebijakan tersebut dapat memiliki manfaat ganda jika diarahkan untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai. Dari sisi positif, bisa menambah penerimaan sekaligus mendukung tujuan lingkungan.
Kebijakan Cenderung Regresif, Kelompok Rentan Bisa Tertekan
Dari aspek keadilan fiskal, Rizal menilai kebijakan ini cenderung regresif karena beban terbesar akan ditanggung kelompok berpenghasilan rendah.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan pengecualian atau tarif rendah untuk barang kebutuhan dasar seperti popok bayi agar tidak memperburuk ketimpangan,” ujarnya.
Tanpa adanya mitigasi sosial, resistensi publik dan penurunan konsumsi berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi. “Terlebih, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat ditopang oleh belanja rumah tangga,” katanya.
Dampak Inflasi dan Risiko Distorsi Pasar
Sementara itu, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai kebijakan perluasan barang kena cukai ini akan berdampak langsung terhadap harga barang rumah tangga dan persepsi biaya hidup masyarakat.
“Cukai pada popok dan tisu basah berpotensi mendorong inflasi inti skala kecil–menengah serta menekan daya beli keluarga muda, khususnya kelas menengah bawah,” kata Syafruddin.
Untuk alat makan sekali pakai, kebijakan ini bisa mendorong perilaku masyarakat beralih ke produk guna ulang atau yang dapat didaur ulang dengan catatan pasar menyediakan alternatif yang terjangkau.
Namun, Syafruddin juga mengingatkan potensi distorsi pasar, seperti pergeseran ke produk nonstandar atau munculnya peredaran gelap. Risiko ini bisa muncul ketika tarif melompat tanpa ada masa transisi.
Ia menekankan pentingnya perancangan tarif awal yang rendah, peta jalan (roadmap) yang jelas, serta pengecualian untuk ukuran atau jenis tertentu. Selain itu, ia menyarankan agar sebagian penerimaan cukai baru diarahkan untuk program sanitasi dan pengelolaan sampah.
“Langkah ini penting agar manfaat lingkungan bisa terwujud tanpa membebani keluarga rentan,” kata Syafruddin.
