Soal Transformasi Bisnis Telkom, Kami Terinspirasi Google
Berpuluh tahun menyandang status operator telekomunikasi, PT Telkom Indonesia Tbk kini sedang menjalankan transformasi bisnis menjadi perusahaan telekomunikasi digital. Langkah transformasi ini di tengah arus deras perkembangan teknologi dan ekonomi digital.
Direktur Utama PT Telkom Indonesia Ririek Adriansyah meyakini dunia digital adalah masa depan bisnis telekomunikasi. Banyak hal, mulai dari kesehatan, pendidikan, bisnis, dan keuangan bisa dilakukan dengan membangun sistem digitalisasi.
Konektivitas pun akan sangat bergantung pada ketersediaan data. “Orang sekarang tidak peduli pakai operator apa, yang penting ada koneksi dan datanya,” kata Ririek dalam wawancara khusus Tim Katadata.co.id di Gedung Telkom Landmark Tower, Jakarta, pertengahan Mei lalu.
Dalam wawancara selama sekitar satu jam, pria yang sudah berkarier 32 tahun di Telkom tersebut menjabarkan strategi tranformasi bisnis Telkom untuk menjadi perusahaan telekomunikasi digital terkemuka di Indonesia dan dunia.
Ririek juga memaparkan latar belakang dan tujuan investasi Telkom melalui anak usahanya, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), di perusahaan teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia. Namun, dia enggan informasi itu dipublikasikan karena dapat menambah polemik saat ini. “Itu hanya sebagian saja dari seluruh rencana besar Telkom,” katanya. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Anda melihat perkembangan bisnis telekomunikasi di Indonesia?
Inti telekomunikasi saat ini adalah konektivitas. Layanan telepon biasa dan SMS sudah mulai berkurang. Kontributor pendapatan terbesar kami sekarang dari data. Data menjadi komoditas penting dalam menyokong konektivitas. Orang sekarang itu yang diingat adalah pakai apa untuk mengakses internet, aplikasi Instagram atau Facebook. Wi-fi sudah pasti aktif terus, jalan ke luar rumah pun otomatis tersambung dengan data.
Sekarang data murah banget. Di Indonesia malah sudah perang harga, terutama di mobile. Di mana-mana, tak cuma di Indonesia, konsumsi data naik terus. Tapi average revenue per user (ARPU) turun terus karena harga per unit data terus turun.
Artinya harus ada pengembangan usaha lain?
Harus mencari potensi bisnis lain. Kami meyakini ada di digital dan ini sangat luas, bahkan sampai menjual solusi digital. Banyak perusahaan belum menggunakan digitalisasi. Mengisi laporan masih manual. Dampaknya terjadi inefisiensi. Padahal kalau bisa didigitalisasi, semua bisa dimonitor. Aset, keuangan, dan belanja lebih jelas. Bisa dapat potensi saving juga.
Banyak benefit yang bisa didapat dengan digitalisasi. Transparansi juga ada. Tapi Telkom tidak bisa sendirian, perlu bermitra.
Apa yang dilakukan Telkom?
Telkom memiliki tiga misi. Pertama, membangun infrastruktur dan platformnya. Kedua, membentuk kapasitas orangnya, yaitu karyawan dan masyarakat. Betapa pun canggihnya platform digital yang dibangun, kalau masyarakat tidak bisa memakainya, tidak ada manfaatnya.
Ketiga, karena dunia digital ini ekosistem, perlu menggandeng pihak lain dan menjalin partnership. Makanya kami juga berinvestasi di berbagai startup.
Menurut Anda, apa yang kemudian membuat Telkom berkembang seperti sekarang?
Pertama, kompetisi. Kalau tidak ikut berkompetisi, kita bisa dimakan yang lain. Kedua, Telkom terdaftar di bursa saham, apalagi di New York. Ini membuat perusahaan harus transparan. Kami harus membuat laporan, tidak bisa abal-abal. Kalau manajemen salah langkah, apalagi berbuat konyol, pasti dampaknya kena ke harga saham. Sesimpel itu. Kontrol bursa saham itu lebih akurat dan obyektif dibanding institusi lain.
Bagaimana langkah Telkom mengembangkan bisnis di ekosistem digital?
Kementerian BUMN membuat masterplan untuk bisnis yang diterjemahkan masing-masing BUMN. Telkom kebetulan sudah punya dari dulu, rencana jangka panjang perusahaan. Setiap tiga atau lima tahun selalu diperbarui.
Ketika saya masuk Telkom tahun 2019, rencana itu saya bongkar total karena dunia sudah berubah. Saya mulai dari awal sekali, dengan pertanyaan paling mendasar, yaitu sebenarnya Telkom itu ada untuk apa? Perusahaan lain, seperti Singtel juga membuat hal yang sama. Ini memang perlu.
Yang menjadi inspirasi kami adalah Google. Ketika dulu membuat search engine pada 1990-an, mereka tidak membayangkan bagaimana bisa menghasilkan uang dari itu. Satu hal yang mereka yakini adalah bahwa setiap orang di dunia ini akan membutuhkan search engine. Sekarang kita harus bayar untuk bisa pasang iklan supaya ada di halaman nomor satu Google.
Artinya, kalau kita bisa memenuhi kebutuhan orang banyak, gampang menghasilkan duitnya. Yang penting adalah membuat orang membutuhkan kita dulu. Hal seperti ini yang dituliskan ulang dalam rencana kami.
Di BUMN ada dua tujuan besar untuk Telkom. Pertama, valuasinya naik mencapai Rp500 triliun pada 2024. Di saat yang sama, EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) Telkom juga diminta tumbuh. Jadi tidak bisa hanya hanya valuasinya yang naik, tanpa EBITDA tumbuh. Ini kan real cash dari operasional bisnis.
Apa saja strategi yang dibuat Telkom?
Pertama, unlocking bisnis dengan potensi lebih tinggi dari telekomunikasi untuk menciptakan value. Kedua, mencari dan menyiapkan mesin pertumbuhan baru ke depan.
Bisnis yang sudah unlocking itu Mitratel (PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk, anak usaha Telkom Indonesia di bisnis menara telekomunikasi). Dari perhitungan kami, EBITDA dan valuasi tower itu jauh lebih tinggi.
Mitratel bisa menjadi sumber pertumbuhan baru karena tower-nya. Dia beli banyak tower Telkomsel. Tower Telkomsel itu lokasinya bagus, tapi selama ini tidak dibuka untuk umum. Tenancy juga cuma satu. Yang seperti ini potensinya tinggi. Operator selular itu, kalau tidak mau mikir, cukup ikut saja di mana Telkomsel berada. Sudah selesai dengan pakai tower Telkomsel.
Operator menggunakan tower dengan dua cara. Pertama, kalau di suatu daerah belum ada, maka dia akan pesan untuk dibikinkan tower. Kedua, ketika coverage-nya belum ada, tapi tower operator lain sudah ada, tinggal menumpang dan sewa saja.
Dengan banyaknya tower Mitratel, dari yang tadinya cuma satu tenant bisa ada co-location. Sekitar 58% tower Mitratel ada di luar Jawa yang sebenarnya coverage operator lain itu masih lemah. Jadi potensi co-location besar.
Kemudian, unlocking bisnis yang kedua adalah data center. Valuasi dan EBITDA jauh lebih tinggi dibanding telekomunikasi dan tower. Data center ini menjadi sumber pertumbuhan baru. Data center adalah perpanjangan dari telekomunikasi karena terkait konektivitas.
Data center sekarang sedang booming. Telkom yakin dengan bisnis ini karena memiliki ingredient yang lebih lengkap untuk sukses. Kami punya connectivity lengkap. Orang tidak mungkin menyewa space tanpa connectivity.
Kemudian, penggunaan data center mudah diakses dan nantinya banyak diakses. Ini mirip mal yang dibilang sukses kalau dikunjungi banyak orang. Telkomsel itu punya 180 juta pelanggan, Indihome ada hampir 9 juta pelanggan. Belum termasuk enterprise.
Apa strategi transformasi lainnya?
Program ketiga adalah fixed mobile convergence (FMC). Pertumbuhan konsumsi data sekarang tidak hanya di mobile tapi juga di fixed network. Keduanya bisa overlapping. Kalau ini didiamkan, bahaya juga.
Telkom sudah investasi di keduanya, baik di fixed networks yaitu Indihome dan di mobile di Telkomsel. Tapi ini saling mengkanibal, padahal seharusnya ada di satu atap, satu kendali. Ini nanti ada di Telkomsel.
Bayangkan kalau hal seperti itu di-manage dua unit atau perusahaan berbeda, yang terjadi adalah persaingan. Telkomsel mencoba bertahan dengan kasih diskon, misalnya. Indihome juga kasih diskon. Mati kita.
Tapi kalau ini dikelola satu tangan, bisa lebih smooth. Kepentingan lembaga terjaga karena mendapatkan solusi yang lebih optimal. Ini sedang dalam proses.
Program keempat adalah memberikan layanan solusi digital ke perusahaan besar, swasta maupun BUMN. Seperti yang pernah kami lakukan untuk Kimia Farma. Ini adalah sesuatu yang baru bagi Telkom. Sehingga perlu banyak formulasi. Kami sudah melakukan pembahasan partnership dengan Microsoft.
Terakhir, yang kelima, membentuk Digico, anak perusahaan yang dirancang untuk digital. Di Telkomsel, Digico fokus di business-to-consumer di games dan video. Bisa jadi nanti Digico ini memasok video ke operator lain. Namun untuk sektor video ini memang harus hati-hati. Banyak perusahaan video yang kolaps.
Bagaimana kemudian membangun citra Telkom di sektor digital?
Tentu ada tantangannya. Jualannya saja berbeda, kompetensi dan market-nya berubah. Tantangannya adalah reputasi Telkom selama ini dikenal di bidang telekomunikasi, digital belum terlalu dikenal.
Kemudian, kita selama ini memberikan solusi yang agak lebar dari A-Z. Padahal pesaingnya kecil tapi fokus di hal tertentu dan excellent di situ. Mungkin suatu saat bisa juga terjadi kami beli saja mereka. Jadi pengembangannya nanti lewat kolaborasi dan anorganik.
Di digital yang value-nya tinggi ada di B2C. Nanti ada juga yang fokus ke B2B dibentuk di bawah Telkom, tapi belum menetapkan final apa saja perusahaannya. Bisa juga menggunakan partner dari luar atau dari dalam. Berinvestasi di Gojek dan GoTo itu hanya sebagian saja dari seluruh rencana besar Telkom.