Pendiri Jababeka Buka Suara, Tak Ada Perubahan Kontrol Perusahaan
Komisaris utama sekaligus pendiri PT Kawasan Industri Jababeka Tbk Setyono Djuandi Darmono memastikan tidak ada perubahan kontrol atau change of control dalam perusahaannya, meski dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 26 Juni 2019 terdapat 17,22% pemegang saham yang menginginkan perubahan susunan direksi dan komisaris.
Darmono menjelaskan berdasarkan hukum Amerika Serikat (AS) apabila terjadi perubahan kontrol maka perusahaan wajib menawarkan notes senilai US$ 300 juta, apabila tidak dilaksanakan maka akan jadi cidera janji. Menurutnya perubahan kontrol ini akan menyebabkan anjloknya harga saham perusahaan.
"Kalau ada change of control pasti saham anjllok. Belum ada bahaya saham turun. Perusaahaan ini sehat, tanggung jawabnya jelas," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (12/8).
Ia menegaskan bahwa perusahaan masih dalam keadaan normal, apabila terganggu maka proyek yang ada saat ini seperti pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Tanjung Lesung, Pandeglang Banten tidak akan berjalan.
(Baca: Dibangun Darmono, Jababeka Kini Jadi Incaran & Terancam Default Utang)
Sebelumnya, pada 26 Juni 2019 perusahaan yang berkode emiten KIJA itu mengadakan RUPST dengan lima mata acara. Pertama, mengesahkan laporan tahunan perseroan untuk buku tahun yang berakhir pada 31 Desember 2018. Kedua, menyetujui laba bersih perseroan sebagai cadangan sesuai dengan anggaran dasar.
Ketiga, menyetujui untuk mendelegasikan wewenang kepada Dewan Komisaris Perseroan untuk menunjuk Akuntan Publik Independen Perseroan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dann memiliki reputasi yang baik. Kelima, menyetujui mengangkan Sugiharto sebagai Direktur Utama, dan Aries Liman sebagai Komisaris Independen.
Penasehat Hukum Jababeka Yozua Makes menjelaskan bahwa mata acara kelima ini menjadi pertanyaan pemegang saham lainnya. Pasalnya untuk mengganti direktur utama harus memalui Otoritas Jasa Keungan (OJK), dan melaporkan dasar perubahan akte ke notaris yang akan diteruskan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), lalu akan keluar rekomendasi.
Namun, hingga perubahan kepengurusan itu, Jababeka belum mendapatkan rekomendasi. "Dan itu tidak diperoleh. Kami sebagai perseroan harus lihat perkembangannya. Kemudian ada gugatan dari pemegang saham," kata Yozua.
(Baca: Jababeka Terancam Default, OJK Kaji Dokumen Perubahan Pengurus)
Para penggugat menilai agenda kelima RUPST terkait pergantian pengurus perusahaan dibuat secara melawan hukum. Berdasarkan keterbukaan informasi perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/7), ada tujuh pemegang saham yang menggugat keputusan RUPST. Mereka secara total menguasai 4,92% saham KIJA.
Ketujuh pemegang saham KIJA tersebut yaitu Lanny Arifin yang menguasai 0,14% saham, Handi Kurniawan (0,34%), Yanti Kurniawan (0,34%), Wiwin Kurniawan (0,28%), Christine Dewi (1,23%), Richard Budi Gunawan (1,04%), dan PT Multidana Venturindo Kapitanusa (1,55%).
Ketujuh pemegang saham tersebut disebutkan telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terdaftar dengan Nomor Regristrasi Perkara 413/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst.
Dengan didaftarkannya gugatan tersebut, maka keputusan Agenda Kelima RUPST Jababeka tersebut belum berlaku secara efektif. "Sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," seperti dikutip dari surat keterbukaan informasi tersebut.
(Baca: Ditolak Tiga Mitra Kontraktornya, Jababeka Batal Ganti Direksi)