Serikat Pekerja PLN Ungkap Rencana Pemerintah Bentuk Holding PLTU
Serikat Pekerja PT PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT. Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) mengungkap rencana pemerintah untuk membentuk holding PLTU atau pembangkit listrik tenaga uap.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Pekerja PLN Bintoro Suryo Sudibyo mengatakan bahwa rencana holding ini masih pada tahap pengumpulan data.
"Sekarang dalam kajian di PLN. Ini perlu kami mitigasi dari awal. SP PLN berikan masukan yang baik. Tujuan kami adalah untuk mengamankan aset bangsa untuk rakyat," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/7).
Serikat pekerja PLN Grup pun memiliki sikap yang sama seperti holding panas bumi, yakni menolak rencana pembentukan holding PLTU milik PLN, Indonesia Power, dan PJB.
Bintoro menyebut rencana holdingisasi pembangkit listrik batu bara saat ini tengah menjadi isu yang cukup panas di kantor pusat. Menurut dia dalam penyediaan energi di PLN, seharusnya semua saling bersinergi bukan justru saling mencaplok.
Apalagi Kementerian BUMN juga berencana untuk melakukan privatisasi dengan cara IPO kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki PLN dan anak usahanya. Dengan kondisi tersebut, ia berharap agar rencana-rencana tersebut tidak menambah beban keuangan PLN.
"Sudah dibebani hutang hampir Rp 600 triliun dan juga masalah IPP take or pay, aset kami dipreteli buntutnya PLN beli lagi. Jadi semacam IPP baru. Ini lah yang inefisiensi. Kami harus mengkritisi," ujarnya.
Terkait dengan rencana holding PLTP maupun PLTU, Bintoro menegaskan bahwa SP PLN Grup akan menolak bila bukan PLN yang menjadi holding company atau induknya. Ia beralasan holding tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap makna penguasaan negara sesuai konstitusi.
Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP) Andy Wijaya mengatakan, menilai jika skema take or pay dihapuskan, maka tidak menutup kemungkinan pendapatan PLN akan melonjak. Menurut dia jika batu bara, gas bumi bisa berpihak ke PLN bisa dipastikan biaya pokok produksi akan jauh lebih murah.
"Kalau kita lihat keuangan PLN, maka yang memberatkan PLN ada dua. Satu pembelian listrik dari IPP skema take or pay. Kemudian pembelian energi primer yang 60% didominasi batu bara. Kedua hal itu kalau di-manage dengan baik kami yakin harga listrik akan lebih handal," ujarnya.